Pasang Iklan

KUE LAPIS LEGIT KHAS KALIMANTAN BARAT MENDUNIA


Kue Lapis Legit Adalah Makanan Khas Kalimantan Barat . Kue Lapis Legit ini lebih dikenal dengan sebutan Kue Lapis Legit Kota Pontianak yang sebenarnya Kue Lapis Legit ini lebih Identik Dari Kota Sambas , Kalimantan Barat . Mungkin Karena Kota Pontianak Sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat saja sehingga nama lapis Legit Lebih Dikenal dengan Sebutan Lapis Legit Pontianak . Di Kota Sambas inilah kita akan menjumpai banyak sekali hidangan Kue Lapis Legit dengan beraneka macam Rasa , Bentuk maupun Warna . Terutama pada saat perayaan hari Idul Fitri maupun Idul Adha .


Tidak hanya masyarakat lokal , Kue Lapis Legit ini ternyata diminati oleh sebagian besar Rakyat Indonesia . Kue Lapis Legit ini sangat mudah dijumpai diberbagai kota di Indonesia Seperti , Jakarta , Bandung , Surabaya , Makasar Dan diberbagai kota lainnya di Indonesia . Tidak Hanya itu , Kue Lapis Legit ini juga menuju pangsa pasar yang lebih luas hingga ke Mancanegara seperti di Negara Amerika Serikat , Malaysia , Singapura , Brunei , Thailand , Laos , Belanda , Saudi Arabia , Mesir , Hongkong Dan diberbagai Negara lain di Dunia .

Ingin tau bagaimana cara membuat Kue Lapis Legit dan Bahan apa saja yang harus di Persiapkan ?



1.570cc atau 30 butir kuning telur
2.525-600 gram Orchid butter dikocok3.100 gram tepung terigu
4.300 gram gula pasir

5.3 sdm susu manis

6.1 sdm bumbu kue lapis (dapat dibeli di toko-toko bahan kue ataupun di supermarket)

7.½ sdt vanila

Tautan


1.Kuning telur, gula dan vanila dikocok sampai naik.


2
.Masukkan bumbu lapis dan terigu, terakhir masukkan mentega kocok.


3.Siapkan panggangan dengan api atas, 200°C.


4.Gunakan loyang berukuran 20x20x8 cm. Dasar loyang diberi mentega dan kertas roti lalu dipoles lagi.


5.Masukkan 3-4 sdm adonan, panggang selama 5 menit. Setelah kuning, poles loyang dengan mentega kocok, lalu ditekan-tekan lapis yang sudah matang, masukkan 3-4 sdm adonan, panggang lagi. Ulangi terus sampai adonan habis.


6.Sesudah adonan habis, sediakan kertas roti untuk alas kue yang sudah matang. Loyang yang berisi kue dibalik di atas alas kertas roti. Potong-potong, siap dihidangkan
.

BUBUR PEDAS MAKANAN KHAS SAMBAS - KALIMANTAN BARAT

Hemm ,, Lezat !!
Menurut namanya “Bubur Pedas” adalah makanan bubur yang pasti rasanya sangat pedas.
Tapi tunggu dulu !! Lupakan soal nama Bubur Pedas tersebut karena yang akan anda temui adalah Bubur yang dibuat dari beraneka macam sayur tradisional, dimulai dari Pakis yang diambil daun dan pucuknya, daun lengkuas, daun kencur, dan daun-daun rempah lainnya.
Bumbu utamanya adalah beras yang disangrai dan ditumbuk halus dicampur dengan kelapa parut yang ikut disangrai dan digiling halus, ditambah serbuk lada ketumbar dan macam macam bumbu yang lain.
Tak salah anak Sambas menyebut Bubur pedas dengan sebutan rajanya Bubur karena hampir semua bahan ikut dimasukkan.
Apa anda bisa membayangkan seperti apa bentuk dan rasanya? Ini lah makanan tradisional yang hanya akan anda dapati bila anda berkunjung ke Kabupaten Sambas dengan Ibu Kota Kabupaten Yakni Kota Sambas , Kalimantan Barat

Keyword
Sumber : Langsungenak.com

KERUPUK IKAN BELIDA ATAU KERUPUK BASAH


Ada Yang Tau Dengan Kerupuh Basah
Atau
Lebih Dikenal Dengan Kerupuk Ikan Belida ?

Makanan ini sangat digemari oleh masyrakat Kapuas Hulu , Tidak jarang para Turis Lokal yang berasal dari luar Provinsi Kalimantan Barat hingga Mancanegara seperti Malaysia , Brunei , Singapura , Thailand , Fhilina Dan Berbagai Negara Lainnya di Dunia sangat tertarik sekali dengan makanan yang satu ini .

Keunikan rasanya yang khas membuatan lidah kita ketagihan dan ingin terus mencicipinya .
Kerupuk Basah ini merupakan makanan yang terbuat dari daging Ikan Belida .

Jika anda berkunjung ke Kabupaten Kapuas Hulu , Saya rasa tidak lengkap jika tidak mencoba makanan Khas Kerupuk Basah atau Kerupuk Ikan Belida .
Keunggulannya juga terletak pada bumbu Kacang yang dilumuri diatas Kerupuk Basah atau Kerupuk Ikan Belida .

Anda penasaran ingin mencoba makan ini ?? " Jangan ragu-ragu untuk berkunjung ke daerah yang merupakan Penghasil Ikan Air Tawar Terbesar di Kalimantan Barat . Yaitu Kabupaten Kapuas Hulu Dengan Ibu Kota Kabupatennya adalah Kota Putussibau . Yang juga merupakan salah satu Kota Penghubung ke Perbatasan Negara Malaysia - Indonesia .

Berikut adalah Cara Pembuatan Dan Bahan Yang Harus Dipersiapkan Dalam Proses Membuat Kerupuk Basah Atau Kerupuk Ikan Belida :

1. Giling Daging Ikan Belida Hingga Halus Merata.
2. Giling Juga Bawang Putih Hingga Halus Merata.
3. Masukkan Daging Ikan Belida Yang Sudah Halus Kedalam Wadah Kemudian Masukan Tepung Terigu secukupnya.
4.Masukan Air Serta Merica Dan Garam Secukupnya
5.Semua Bahan Diadon Hingga Merata Dan Tidak Lengket
6.Gulung Atau Bentuk Adonan Sesuai Keinginan Anda
7.Setelah di Gulung atau Di Bentuk , Kukus Adonan Kerupuk Basah Yang Sudah Di Bentuk Tadi Kedalam Panci Hingga Mengembang
8. Setelah Menggembang , Angkat Adonan Kerupuk Basah Tadi Dan Simpan Kedalam Piring
9. Tambahkan Bumbu Kacang Dan Sambal Sebagai Pelengkap
10 . Hidangan Telah Siap Untuk Di Santap Dan Dinikmati

Kira - Kira Begitulah Proses Cara Pembuatan Kerupuk Basah Atau Kerupuk Ikan Belida , Cukup Mudah Bukan ?
Selamat Mencoba

REPLIKA JERUK TERBESAR DI INDONESIA DARI KOTA TEBAS - KALIMANTAN BARAT


Replika Jeruk Terbesar Dari Kota Tebas , Kabupaten Sambas . Dinyatakan sah memecahkan rekor baru Museum Rekor Indonesia.



Piagam penghargaan dengan nomor 4169/R.MURI/III/2010 telah memecahkan rekor sebelumnya untuk kategori yang sama, yakni replika jeruk dari Kabupaten Barito Kuala Kalimantan Selatan dengan tinggi 4,03 meter, diameter 3,16 meter dan terdiri dari 11.818 rangkaian buah jeruk. Sedangkan Replika Jeruk Tebas Dari Kota Tebas , Kabupaten Sambas menurut hasil pengukuran tim Muri yakni dengan tinggi 4 koma 1 meter, diameter mencapai 8 koma 8 meter dan 30 ribu 720 buah jeruk segar.



Masyarakat Kabupaten Sambas patut berbangga dengan ditetapkannya replika jeruk ini sebagai pemecah rekor baru Di Indonesia , Ini merupakan hasil karya anak bangsa dan sebagai bentuk bukti bahwa jika masyarakat Kabupaten Sambas mempunyai Potensi Sumber Daya Manusia yang mampu bersaing secara intelektual untuk membangun Indonesia Bisa Dan Mampu dalam memberikan hasil karya terbaik pada dunia .

Asal Jeruk yang dikumpulkan untuk membangun Replika Jeruk itu berasal dari sumbangan dan swadaya petani dan pengusaha jeruk yang ada di Tebas dan sekitarnya. Terutama dari tempat pengumpul jeruk, gapoktan, pemerintah desa.


Kegiatan ini dilakukan dengan upaya untuk memperkenalkan Kota Tebas ke Permukaan Indonesia Dan Internasional jika Kota Tebas Adalah Kota Penghasil Jeruk di Indonesia Dengan Hasil Kualitas Jeruk Terbaik

Tetapi sangat disayangkan sekali jika selama ini bukanlah Kota Tebas yang dikenal akan Kualitas Jeruk Terbaiknya , Melainkan Ibu Kota Provinsi Daerah Kalimantan Barat Yakni Kota Pontianak yang sedianya bukanlah Kota Penghasil Jeruk di Indonesia . Tetapi sangat Ironis sekali Jika Jeruk Tebas lebih dikenal dengan sebutan Jeruk Pontianak .

Ribut Ali Wibowo berharap Smoga saja dengan adanya kegiatan ini , Sekaligus sebagai aksi untuk memberikan persepsi yang benar kepada Rakyat Indonesia Jika Jeruk Pontianak Itu Sesungguhnya Adalah Jeruk Tebas Yang Berasal Dari Kota Tebas , Kabupaten Sambas

Pemerintah Kota Pontianak Seharusnya lebih bijak dalam menyikapi hal ini mengenai nama Jeruk Pontianak yang selama ini dikenal agar di Klarifikasi melalui media massa dan turut serta mempromosikan jika Kota Tebas , Kabupaten Sambas lah yang selama ini sebagai penghasil jeruk dengan kualitas terbaik dari Kalimantan Barat .

Bupati Kabupaten Sambas , Ir H Burhanuddin A Rasyid Juga menyatakan jika ditahun depan akan mentargetkan dapat memecahkan rekor baru untuk Kain Tenun Terpanjang


Keywords Terkait :
Replika Jeruk Terbesar Jeruk Tebesar di Indonesia
Jeruk Terbesar di Dunia Jeruk Terbaik di Indonesia
Jeruk Terbaik di Dunia Jeruk Tebas Berkualitas
Jeruk Tebas Memecahkan Rekok Muri
Replika Jeruk Tebas Adalah Terbesar di Dunia
Jeruk Pontianak Adalah Jeruk Tebas
Jeruk Pontianak Berasal Dari Kota Tebas
Kualitas Jeruk Terbaik di Indonesia
Tebas Adalah Kota Jeruk

ALAMAT ASRAMA MAHASISWA KALIMANTAN BARAT DI PULAU JAWA

ALAMAT ASRAMA MAHASISWA
KALIMANTAN BARAT
DI PULAU JAWA






1.Putri Junjung Buih Kota Jakarta
Jl. Kayu Manis I Lama gang IX Jakarta Timur
Telp : 021-85902642

2.Putra Rahadi Oesman Kota Jakarta
Jl. KHA. Dahlan No. II Mataram Jakarta Timur
Telp : 021-8583288

3.Putra Rahadi Oesman Kota Bogor
Jl. Batu Hulung No. 21 Margajaya 16116 Bogor
Telp : 022-316527

4.Putra Rahadi Oesman Kota Bandung
Jl. Geger Kalong Hilir Gg. Picung No.107/Setia Budi , Kota Bandung
Telp : 022-2005199
022-2005199

Read more at: http://equatoronline.blogspot.com/2011/11/alamat-asrama-mahasiswa-kalimantan.html
Copyright Equator Online Blog by 64_w@tt Under Common Share Alike Atribution
022-2005199

Read more at: http://equatoronline.blogspot.com/2011/11/alamat-asrama-mahasiswa-kalimantan.html
Copyright Equator Online Blog by 64_w@tt Under Common Share Alike Atribution

5.Putri Junjung Buih Kota Bandung
Jl. Haruman No. 7 Burangrang Bandung
Telp : 022-316527

6.Putra Rahadi Oesman Kota Semarang
Jl. Satri Selatan VIII/H No. 368 Semarang
Telp : 024-2000310

7.Putra Rahadi Oesman Kota Solo
Jl. Anggur I No.15 RT.01 RW.4 Kode Pos 57143 Solo
Telp : 0278-718578

8.Putra Rahadi Oesman I Kota Yogyakarta
Jl. Bau Sasran DN/III/792 Yogyakarta
Telp : -

9.Putra Rahadi Oesman II Kota Yogyakarta
Jl. Tentara Raya Mataram No. 15 Yogyakarta
Telp : -

10.Putri Junjung Buih I Kota Yogyakarta
Jl. Bintaran Kidul No. 19 Yogyakarta
Telp : 0274-379770

11.Putri Junjung Buih II Kota Yogyakarta
Jl. Bintaran Tengah No. 10 Yogyakarta
Telp : 0274-375118

12.Putra Rahadi Oesman Kota Malang
Jl. Bareng Raya II No. 30 Malang
Telp : 0341-3231337

13.Putra Rahadi Oesman Kota Surabaya
Jl. Berata I No. 19 Surabaya
Telp : -

14.JC.Oevaang Oeraay Kota Yogyakarta
Jl : -
Telp : -

15.Putra Rahadi Oesman Kota Surakarta
Jl : Belimbing No.10 . Kota Surakarta 57146
Telp : -


Catatan :
Mohon Maaf Jika Mungkin Terjadi Kesalahan Dalam Penulisan Alamat Pada Form Di Atas Sekiranya Dapat Memberitahukan Kepada Administrator EQUATOR ONLINE

Dan Bagi Para Sahabat Yang Mengetahui Alamat Asrama Kalimantan Barat Yang Lain Khususnya di Pulau Jawa , Sekiranya Mungkin Kalian Dapat Mengirimkan Nama Asrama , Alamat Dan No Telepon . Agar Form Yang Masih Kosong Maupun Alamat Asrama Kalimantan Barat Yang Belum Ditulis Dapat Diterbitkan Di Artikel Ini .

Pemberitahuan Dapat Melalui
Komentar Ataupun Buku Tamu EQUATOR ONLINE
Terimakasih






Keyword
Alamat Asrama Mahasiswa Kalimantan Barat
Asrama Mahasiswa Kalimantan Barat di Pulau Jawa
Tempat Asrama Mahasiswa Kalimantan Barat
Informasi Alamat Mahasiswa Kalimantan Barat di Pulau Jawa

DANAU BIRU DI KOTA SINGKAWANG



Lokasi bekas penambangan emas tanpa izin di Daerah Roban atau Wonosari, Singkawang Utara, Kalimantan Barat, berubah menjadi danau dengan air yang berwarna biru.

Bila dilihat dari dekat, danau tersebut sangat terlihat indah karena Air danau yang berwarna biru dan pasir yang sangat putih ini memberikan pesona eksotis tersendiri terhadap masyarakat sekitar.

Setiap harinya banyak Warga yang menyaksikan keindahan danau biru tersebut . Ada yang mengabadikannya dengan menggunakan Kamera Foto ataupun hanya sekedar bersantai ria bersama sahabat maupun keluarga.

Lokasi itu juga terdapat beberapa anak danau yang letaknya berdekatan. Untuk masuk ke lokasi danau tidak dikenakan tarif, pengunjung dikenakan biaya parkir sebesar Rp.2.000,- yang dikelola warga.

Warga setempat kini mendirikan pondok sederhana di sekitar lokasi danau biru untuk berjualan makanan ringan. Sejumlah warga sekitar lokasi wisata danau biru yang baru itu berharap agar tempat wisata danau biru ditangani serius oleh Pemerintah Kota Singkawang untuk dikelola dan ditambahkan berbagai fasilitas lainnya sebagai sarana penunjang dari keindahan lokasi wisata danau biru tersebut.


EKSISTENSI ETNIK DI DUNIA POLITIK KALIMANTAN BARAT MASIH KENTAL



BERBICARA mengenai politik di Kalimantan Barat nyaris selalu terkait dengan tiga suku bangsa besar yakni Suku Melayu, Dayak, dan Tionghoa. Bahkan, ada singkatan kata yang dikenal di sebagian masyarakat Kalbar, yakni ”Sambas”.
Sebutan itu bukan mengacu pada nama salah satu kabupaten di provinsi ini, melainkan merupakan gabungan dari kata ”Sam” yang dalam terminologi bahasa Tionghoa berarti tiga dan ”Bas” yang artinya bangsa. Istilah ini tak lain merujuk pada tiga etnik tersebut di atas.


Kelompok Etnik Melayu, yang menurut sejarahnya berasal dari Malaysia dan Sumatera Timur, umumnya mendiami kawasan perairan Kalimantan Barat. Menurut sensus penduduk yang terakhir dilakukan Badan Pusat Statistik, tahun 2000 proporsi penduduk Melayu Sambas dan Melayu Pontianak mencapai 19 persen.

Untuk membedakan kalangan mereka biasanya didasarkan pada daerah tempat tinggal. Misalnya :

  • Melayu yang tinggal di Kabupaten Pontianak , Disebut Melayu Pontianak Yang Logat Bahasanya Hampir Sama Persis Dengan Bahasa Negara Malaysia.

  • Melayu Yang Tinggal Di Kabupaten Sambas Di Sebut Melayu Sambas , Logat Bahasanya Sedikit Menyerupai Bahasa Suku Betawi Jakarta.

  • Melayu Yang Tinggal Di Kabupaten Landak disebut Melayu Landak yang Intonasi Dan Logat Gaya Bicaranya menyerupai Bahasa Dayak .

Kelompok Etnik Dayak umumnya mendiami daerah pedalaman Kalimantan Barat dan terbagi dalam banyak subetnik.
Dalam buku Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat terbitan Institut Dayakologi (2008) disebutkan bahwa suku Dayak terbagi hingga sebanyak 151 subetnik.
Proporsi penduduk dari tiga subetnik dominan dari suku bangsa Dayak di Kalbar, yakni Kendayan, Darat, dan Pesaguan, mencapai 20 persen.

Sementara itu, Etnik Tionghoa juga terbagi dalam sejumlah subetnik yaitu
  1. 1.Hakka / Khek
  2. 2.Tewciu / Hoklo
  • Orang Hakka banyak berada di Daerah Kota Singkawang sebagai pedagang & di daerah pedalaman, bekerja sebagai penambang emas di Montoredo (wilayah Kabupaten Landak), dan sebagian lainnya bertani.

  • Orang Tewcu biasanya bekerja sebagai pedagang dan banyak mendiami didaerah kawasan Kota Pontianak dan Kabupaten Pontianak.

Proporsi penduduk Etnik Tionghoa di Kalbar mencapai 9,4 persen.


Pembagian Tiga Etnik besar tersebut masih hidup sampai sekarang. Paling tidak pengaruh kewilayahan budaya ini terbukti berpengaruh pada pertarungan politik di Kalbar ketika berlangsung ajang pemilihan kepala daerah.

Partai Golkar dan PDI-P, yang mendominasi perolehan suara dalam pemilu legislatif, tak selalu berhasil mengegolkan calon yang diusung dalam kancah pilkada.
Tanpa berkoalisi, Partai Golkar hanya memenangkan calonnya di Kabupaten Kapuas Hulu, Ketapang, dan Sanggau.
Sementara PDI-P hanya berhasil mengegolkan calonnya di Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak.

Dalam pemilihan gubernur, pasangan calon dari PDI-P, Cornelis-Cristiandy Sanjaya, kombinasi Dayak dan Tionghoa, banyak mendapatkan dukungan dari Kabupaten Bengkayang, Landak, Sanggau, Sekadau, Sintang, Melawi, Kapuas Hulu, dan Kota Singkawang.

Dalam Skala Politik Lokal, kesadaran dari tiap-tiap Etnik untuk memunculkan eksistensinya Masih Kental. Itu sebabnya asal-usul seorang calon kepala daerah menjadi pertimbangan penting bagi pemilih.

Di kalangan etnik Tionghoa juga muncul kesadaran eksistensi etnik. Di Kota Singkawang, yang sebagian besar penduduknya adalah Tionghoa, terpilih wali kota dari etnik itu.

Syarief Ibrahim Al Qadrie, sosiolog Universitas Tanjungpura, mengungkapkan bahwa di Kalbar etnis lebih dominan dalam memengaruhi peta kekuatan politik daripada agama.


”Di Kalimantan Barat, masyarakat cenderung melihat sosok dari sisi etnis ketimbang agama. Latar belakang agama seorang calon agaknya tidak terlalu menjadi pertimbangan pemilih,”

kita semua sangat berharap sekali agar kompetisi politik yang terjadi di Kalimantan Barat tidak melihat dari mana asal seorang sosok figur yang ditampilkan yang dilihat dari Etnis & Agama melainkan bagaimana Kemampuan , Intelektual serta Tanggung Jawab seseorang untuk dapat menjadi pemimpin di Kalimantan Barat ini .
Semoga Saja Kalimantan Barat selalu menjadi tempat dimana Rasa Perdamaian Tumbuh Secara Bersama , Saling Menghargai Antar Sesama Dan Dapat Bergotong Royong Membangun Bumi Kalimantan Barat secara Bhineka Tunggal Ika ." Ungkapnya "



SUNGAI KAPUAS IN MEMORIES



Sungai Kapuas atau dengan nama lainnya Sungai Batang Lawai ini merupakan sungai yang berada di Provinsi Kalimantan Barat.
Aliran Sungai Kapuas Juga Membelah Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat , Yakni Kota Pontianak .
Sungai Kapuas ini merupakan Sungai Terpanjang di Indonesia dengan panjang total 1.143 km.
Belakangan ini Sungai Kapuas Tercemar berat, Akibat aktivitas Penambangan Emas , Limbah Industri / Pabrik maupun Limbah Sampah yang dibuang dengan sengaja di aliran sungai kapuas ini oleh Oknum Penduduk Sekitar .
" Bukan nya menjaga kebersihan Sungai Kapuas malah mencemarinya !! "

Banyak Orang Tua di zaman dahulu Bilang Jika Air Sungai Kapuas itu jernih dan Bisa di Minum Tanpa Harus di saring Oleh Perusahaan Air Minum

Dampak yang Equator Online Khawatirkan adalah pencemeran Sungai Kapuas yang terjadi ini nantinya akan menghambat Populasi Spesies Ikan yang hidup di Sungai Kapuas , Seperti yang kita ketahui jika ada 300 Jenis Ikan yang hidup di Sungai Kapuas .
Jika Populasi Spesies Ikan yang hidup di Sungai Kapuas terhambat dan berkurang . Jelas penduduk sekitar aliran Sungai Kapuas sangat dirugikan , Yang Selama ini menjadikan sungai kapuas lowongan Mata Pencaharian sebagai Penangkap Ikan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari - hari , Malah nantinya untuk makan sehari - hari saja susah !!



Apakah kita mau jika Keindahan Sungai Kapuas Hanya Menjadi Kenangan ?

Pemerintah Daerah setempat seharusnya berkerjasama Dengan Masyarakat agar dapat menemukan Solusi Permasalahan yang terjadi di Sungai Kapuas ini agar nantinya Sungai kapuas tetap bisa dinikmati keindahan air dan spesies yang hidup di Sungai Kapuas .

Walaupun telah Mengalami Pencemaran , Sungai Kapuas tetap menjadi Urat Nadi bagi Kehidupan Masyarakat di sepanjang aliran sungai ini.
Sebagai Sarana Transportasi yang Murah, Sungai Kapuas dapat menghubungkan daerah satu ke daerah lain di wilayah Kalimantan Barat.

Sosial Budaya Masyarakat Sungai Kapuas perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengingat Pesatnya Kemajuan Teknologi dan Informasi dapat Mempengaruhi Pola Berpikir Masyarakat di Sekitar aliran Sungai Kapuas.



Oleh :
EQUATOR ONLINE

Sebagian Referensi dikutip dari Wikipedia
Image : Facebook.com

TOKO ES KRIM PERTAMA DI KOTA SINGKAWANG


Equator Online Ingin berbagi cerita sedikit tentang Es Krim atau dengan bahasa bule nya Ice Cream ini . Pasti udah pada tau gimana enaknya rasa Es Krim yang disuguhkan dengan berbagai variasi Rasa dan Bentuk yang menggoda lidah untuk sesegara menyantapnya!! Heemmm " Jadi Pengen Nehh " , Hhee ..


Sahabat Equator Online ada yang tau nggak
Apa Nama Toko Yang Menjual Es Krim Pertama Kali
Di Kota Singkawang , Kalimantan Barat ?


Hee ..
Equator Online kasi tau aja kali yahh !!


Toko Lily Ada Yang ingat ?

" Toko Lily di Kota Singkawang ini mungkin adalah Toko yang pertama kali menjual Es Krim di Kota Singkawang , Kalimantan Barat.

Soalnya dulu Equator Online cari Es Krim di Kota Singkawang susah banget , Mungkin Hanya Toko Lily yang satu - satunya Toko yang menjual Es Krim .
Equator Online ingat banget waktu masih kecil paling sering beli Es Krim disitu , Kira - kira 15 Tahun yang lalu kali ya ..?!

Toko Lily dulunya beralamat di Jln.Ponegoro didekat Bank Kalbar " Deretan nya Kerendang / Tempat Pemesanan Ticket Pesawat ". Dan Nggak Jauh dari Belakang Mesjid Raya dehh pokoknya !! Hee ... Tapi Sekarang Toko Lily kayanya udah pindah di Jln. Yos Sudarso yang letaknya diseberang kanan Toko Market
Tirtonadi .

Toko Lily sangat terkenal sekali dimasa Puncak Kejayaannya ditahun sekitar 1995/1996 an , Soalnya anak - anak kalo pengen mencicipi Es Krim pasti belinya di Toko Lily .
Ada Beberapa Macam Ice Criem yang di Jual diantaranya Es Kul Kul , Es Mony , Es Bon Bon dan berbagai macam Es Krim lainnya yang di produksi oleh
Paddle Pop , Walls , Campina Dan Unilever.
Harga Es Krim di Zaman Dulu Relatif Murah , Kisaran Rp.500,- Hingga Rp.10.000,- an " .
" Maaf kalo ada yang salah ato kurang lengkap dari penulisan artikelnya"

Opps !!
Jangan Sampe Keluar ya Liuran nya Sobat !!
Tar , Blog Equator Online punya ane Basah lagi . Hhee

Beberapa Gambar
Es Krim
yang Pernah dijual Di Indonesia





SEJARAH GAWAI DAYAK





Gawai Dayak merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun di kota Pontianak, Kalimantan Barat. Dalam gawai, selain acara inti yakni nyangahathn (pembacaan mantra), juga ditampilkan berbagai bentuk budaya tradisional seperti berbagai upacara adat, permainan tradisional, dan berbagai bentuk kerajinan yang juga bernuansa tradisional. Penyajian berbagai unsur tradisional, selama Gawai Dayak, menjadikannya sebagai event yang eksotis di tengah masyarakat perkotaan yang modern.

Gawai Dayak bukanlah peristiwa budaya yang murni tradisional, baik dilihat dari tempat pelaksanaan maupun isinya. Gawai Dayak merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak yang diselenggarakan pertama kalinya oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) pada tahun 1986. Perkembangan tersebut kuat dipengaruhi oleh semangat upacara syukuran kepada Jubata yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kalbar setiap tahun setelah masa panen. Upacara adat syukuran sehabis panen ini dilaksanakan oleh masyarakat Dayak dengan nama berbeda-beda. Orang Dayak Hulu menyebutnya dengan Gawai, di Kabupaten Sambas dan Bengkayang disebut Maka‘ Dio, sedangkan orang Dayak Kayaan, di Kampung Mendalam, Kabupaten Putus Sibau menyebutnya dengan Dange.

Dalam bentuknya yang tradisional, pelaksanaan upacara pascapanen ini dibatasi di wilayah kampung atau ketimanggungan. Acaranya pun hanya terbatas pada nyangahathn (pelantunan doa/mantra) dan saling kunjung dengan suguhan utamanya seperti: salikat/poe‘ (lemang/pulut dalam bambu), tumpi‘ (cucur), bontokng (nasi yang dibungkus dengan sejenis daun hutan seukuran kue), jenis makanan tradisional yang terbuat dari bahan hasil panen tahunan dan bahan makanan tambahan lainnya. Gawai tradisional pelaksanaannya memakan waktu sampai tiga bulan, yakni sekitar April sampai Juni. Karena itulah, Gubernur Kalbar, Kadarusno mengarahkan agar upacara syukuran ini dilaksanakan pada tanggal 20 Mei setiap tahun. Pada saat ini di beberapa daerah kabupaten acara syukuran ini telah dimodifikasi dan diangkat menjadi acara tingkat kabupaten. Selain liputan wilayahnya diperluas, acaranya pun ditambah dengan penampilan berbagai tradisi Dayak yang ada di daerah yang bersangkutan, dan daerah lainnya yang bersedia mengikuti acara tersebut. Di tingkat provinsi acara yang sama disebut Gawai Dayak atau Upacara Adat Gawai Dayak.


Gawai Dayak sebagai Upacara Adat




Telah dikemukakan Gawai Dayak adalah nama lain upacara adat syukuran pascapanen di Pontianak. Hakikatnya sama dengan Naik Dango, atau Maka‘ Dio. “Tujuannya sendiri kurang labih sama, mengadakan pesta atau selamatan atas karunia yang diberikan oleh Jubata” (Akcaya, 1997:16). Gubernur Aswin dalam Akcaya 29 April 1994:03 mengatakan, “Upacara Naik Dango merupakan ungkapan rasa syukur atas keamanan, kesehatan, dan hasil panen yang melimpah, selain berusaha mencari terobosan baru sebagai usaha meningkatkan hasil pertanian pangan”. Jadi, Gawai Dayak pada prinsipnya sama dengan Naik Dango.

“Orang Dayak paling tidak mengenal 18 tahapan upacara adat perladangan mulai dari Baburukng sampai tahap terakhir yaitu, upacara adat Naik Dango atau Ka‘ Pongo”, (1999:2). Sebelum hari H dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan pelantunan mantra (nyangahathn), yang disebut matik. Tujuannya ialah memberitahukan dan mohon restu kepada Jubata bahwa besok akan dilaksanakan pesta adat. Pada hari H dilaksanakan upacara adat dengan nyangahathn di ruang tamu (sami), memanggil semangat (jiwa) padi yang belum kembali, nyangahathn di lumbung padi (baluh atau langko) untuk mengumpulkan semangat padi di tempatnya, dan nyangahatn di tempayan beras (pandarengan) tujuannya memberkati beras agar bertahan dan tidak cepat habis.

Nyangahathn dapat disebut sebagai tata cara utama ekspresi religi suku Dayak. Bahari Sinju dkk. (1996:146), berpandangan bahwa Nyangahatn adalah wujut upacara religius. Ia menjadi bagian pokok dalam setiap bentuk upacara, dengan urutan atau tahapan yang baku, kecuali bahan, jumlah roh suci, para jubata yang diundang, dan tentu saja konteksnya. Dari segi tahapannya nyangahatn terbagi menjadi (1) matik, (2) ngalantekatn, (3) mibis, dan (4) ngadap Buis. Matik bertujuan memberitahukan hajat keluarga kepada awa pama (roh leluhur) dan jubata. Ngalantekatn bertujuan permohonan agar semua keluarga yang terlibat selamat. Mibis bertujuan agar segala sesuatu (kekotoran) dilunturkan, dilarutkan, dan diterbangkan dari keluarga dan dikuburkan sebagaimana matahari terbenam ke arah barat. Terakhir adalah ngadap buis, yakni tahapan penerimaan sesajian (buis) oleh awa pama dan jubata, dengan tujuan ungkapan syukur dan memperoleh berkat atau pengudusan (penyucian) terhadap segala hal yang kurang berkenan, termasuk pemanggilan semua jiwa yang hidup (yang tersesat) agar tenang dan tenteram.

Dilihat dari kondisi bahan yang digunakan, tahapan pertama sampai ketiga, disebut nyangahatn manta, yakni nyangahathn dengan bahan yang belum masak (mentah), sedangkan ngadap buis disebut nyangahathn masak, disiapkan dengan bahan-bahan yang siap hidang (sudah masak). Sebenarnya ada nyangahathn dalam bentuk yang sederhana, yakni berupa ungkapan/doa pendek dengan sajian sederhana: nasi, garam, dan sirih masak (kapur, sirih, gambir, tembakau, dan rokok daun nipah), nyangahathn sederhana ini disebut babamang.

Gawai Dayak atau Naik Dango didasari mitos asal mula padi yang populer di kalangan orang Dayak Kalbar, yakni cerita nek baruang kulup. Cerita asal mula padi berawal dari setangkai padi milik jubata di Gunung Bawakng yang dicuri seekor burung pipit dan jatuh ke tangan nek jaek yang tengah mengayau. Kepulangannya yang hanya membawa setangkai buah rumput menyebabkan ia diejek, dan keinginan membudidayakannya menyebabkan pertentangan dan bahkan ia diusir. Dalam pengembaraannya ia bertemu dengan jubata. Hasil perkawinannya dengan Jubata, adalah nek baruang kulup. Nek baruang kulup inilah yang akhirnya membawa padi kepada talino (manusia,) lantaran ia suka turun ke dunia bermain gasing. Perbuatan ini juga menyebabkan ia diusir dari Gunung Bawakng dan akhirnya kawin dengan manusia. Padi akhirnya menjadi makanan sumber kehidupan yang menyegarkan, sebagai pengganti kulat (jamur) bagi manusia. Namun, untuk memperoleh padi terjadi tragedi pengusiran di lingkungan keluarga manusia dan jubata yang menunjukkan kebaikan hati Jubata bagi manusia. Fungsi padi dan kemurahan jubata inilah yang menjadi dasar upacara Naik Dango.

Menurut Bahari, dkk. (1999:243)., makna upacara Naik Dango antara lain, adalah menyukuri karunia jubata; mohon restu kepada jubata untuk menggunakan padi yang telah disimpan di dangao padi; pertanda penutupan tahun berladang; mempererat hubungan persaudaraan/solidaritas.

Dalam kemasan modern, upacara adat ini dimeriahi oleh berbagai bentuk acara adat, kesenian tradisional, dan pemeran berbagai bentuk kerajinan tradisional. Hal ini menyebabkan Gawai Dayak lebih menonjol sebagai pesta daripada sebagai upacara ritual. Namun, dilihat dari tradisi akarnya, ia tetap sebuah upacara adat.

Faktor-Faktor Pendukung Keberadaan Gawai Dayak

1. Spirit Kelompok Urban
Keberadaan Gawai Dayak tidak lepas dari spirit kelompok urban asal Dayak. Sampai tahun 1980-an jumlah orang Dayak di kota Pontianak masih sangat sedikit. Meski demikian, beberapa figur telah ada yang aktif di partai, antara lain, PC Palaoen Soeka, Masardi Kaphat, Moses Nyawath, Rahmat Sahudin, dll. Kiprah kelompok politisi yang senantiasa berurusan dengan konsep kelompok dan massa, telah mendorong upaya untuk membangkitkan kebersamaan di antara sesama Dayak.

Pada tahun 1986 dibentuklah Sekretariat Kesenian Dayak (Sekberkesda), yang salah satu tugasnya adalah mengorganisasikan pelaksanaan pergelaran seni budaya Dayak, yang selanjutnya berubah menjadi Gawai Dayak. Keinginan untuk saling memperkuat dan memperkenalkan tradisi Dayak mendorong kehadiran simbol yang dapat menjadi perekat sesama orang Dayak. Gawai Dayak menjadi simbol yang menyadarkan bahwa setiap Dayak berasal dari leluhur dan budaya yang sama. Simbol ini telah menjadi media untuk menyegarkan kesadaran akan tradisi masa lalu di antara sesama urban selama kurang lebih dari satu dasa warsa.

Bolehjadi Sekberkesda pada mulanya merupakan sarana politik. Namun, keberadaan organisasi ini menandai awal perhatian dan kecintaan terhadap budaya Dayak di kalangan Dayak di perkotaan secara terorganisasi dalam lingkup yang lebih luas daripada sekedar sanggar-sanggar. Hal ini terlihat dari bergabungnya sekitar 8 buah sanggar pada waktu itu. Manufer di sektor politik pada waktu itu berdampak positif, yakni memajukan perhatian untuk mengembangkan seni budaya Dayak di Pontianak.

2. Telah Bertahan Lebih dari Satu Dasa Warsa
Jika dihitung dari dilaksanakannya Malam Pergelaran Kesenian Dayak pertama kalinya, 30 Juni 1986, upacara adat Gawai Dayak telah bertahan lebih dari 10 tahun. Perlu diinformasikan juga bahwa sejak 1992, nama Gawai Dayak berubah menjadi pekan Gawai Dayak, yang artinya Gawai Dayak dicanangkan untuk dilaksanakan selama sepekan. Namun, pelaksanaan Gawai Dayak tidak selalu mulus. Gejolak konflik bernuansa etnis yang terjadi berulang kali di Pontianak berdampak pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal, bahkan ditiadakan.

Kemampuannya bertahan lebih dari sepuluh tahun menunjukkan bahwa Gawai sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak di Pontianak. Ia telah menjadi media yang dibutuhkan untuk menyegarkan semangat solidaritas sesama Dayak dalam lingkaran rutinitas kehidupan kota.

3. Dukungan Masyarakat Budaya
Kemampuannya bertahan tidak terlepas dari kekuatan atau faktor-faktor luar seperti pendanaan dari pemerintah daerah, kepentingan pengembangan periwisata, atau bahkan kepentingan-kepentingan yang bernuansa politis. Namun, Gawai Dayak sebagian besar mendapat dukungan masyarakat budaya; dalam arti, masyarakat Dayak dengan orientasi kepentingan budaya. Pada saat ini, Sekberkesda didukung oleh lebih kurang 23 sanggar yang dapat dilihat sebagai representiasi berbagai kelompok subsuku Dayak yang ada di Pontianak.

Dukungan ini menjadi faktor kekuatan yang luar biasa. Yang masih menjadi persoalan bagi Sekberkesda adalah bagaimana memanfaatkan kekuatan itu, bagaimana mengembangkan Sekberkesda menjadi lembaga yang dapat berbuat optimal dalam mengembangkan dan mendayagunakan potensi yang ada., termasuk mengangkat Gawai Dayak menjadi peristiwa budaya bertaraf nasional, bahkan internasional.

D. Fanatisme Rumah Panjang
Gawai Dayak
di Pontianak selalu difokuskan di rumah panjang atau (oleh Pemda diberi nama) rumah betang. Menurut Ketua Harian Majelis Adat Dayak, Ir Syaikun Riyadi, rumah betang ini didirikan sekitar tahun 1980 –an. Hampir seluruh kegiatan Gawai dilaksanakan di tempat ini, kecuali kegiatan-kegiatan yang tidak mungkin dilaksanakan lagi di rumah betang, misalnya pemilihan bujang dara Gawai, pameran benda-benda kerajinan yang pesertanya cukup banyak, dll. Rumah betang ini juga menjadi sekretariat MAD (Majelis Adat Dayak), yakni sebuah organisasi yang memfokuskan diri pada pengkoordinasian beberapa Dewan Adat Dayak (DAD), terutama dalam hal penanganan masalah pelanggaran hukum adat. MAD dan DAD dapat dilihat sebagai wujud konkret dari kecintaan dan perhatian terhadap budaya Dayak, yang moralnya secara akumulatif dibentuk oleh rangkaian kegiatan Gawai Dayak.

Di Kalimantan Barat rumah panjang identik dengan orang Dayak. Tidak ada suku lainnya di Kalimantan Barat, bahkan di Kalimantan yang memiliki tempat tinggal sama atau mirip dengan rumah panjang. Meski demikian, pada saat ini bagi sebagian besar generasi Dayak, budaya rumah panjang hanya tinggal cerita. Sepengetahuan penulis salah satu peninggalan rumah panjang orang Dayak Kabupaten Pontianak ada di Desa Saham, sedangkan menurut Fran l. dan Kanyan, Orang Dayak Iban di Kecamatan Embaloh Hulu masih memiliki tiga rumah panjang. Fran (1994:201) juga menulis bahwa orang Iban yang mendiami desa-desa di Kecamatan Batang Lupar dan lanjak Kabupaten Kapuas Hulu hampir semuanya tinggal di rumah panjang yang mereka sebut rumah panjae.

Punahnya rumah panjang merupakan bagian dari sejarah panjang mengenai penghancuran budaya Dayak di Kalimantan Barat. Penghancuran budaya Dayak telah bermula sejak masuknya agama baru, baik Islam maupun Kristen. Orang Dayak yang masuk Islam mengidentifikasi diri sebagai orang Islam, yang berarti meninggalkan identitas mereka sebagai orang Dayak. Demikian juga, para penyebar agama Kristen yang mengemban tugas yang mereka sebut La mission sacre (tugas suci). Orang Dayak yang tidak menganut Nasrani disebut kafir, menyembah berhala, primitif, animisme dsb. Tugas Nasrani memberadabkan orang Dayak karena menganut budaya yang mereka sebut sebagai Ragi Usang. Konsep Ragi Usang ini pada prinsipnya ialah ingin mengosongkan orang Dayak dari budaya mereka sendiri (Djuweng, dalam KR, 1998:7).

Pada masa Orba salah satu bentuk penghancuran budaya Dayak adalah penghancuran rumah panjang pada tahun 1970–an karena hidup di rumah panjang dianggap menyerupai cara komunis, berbahaya bagi kesehatan, dan tidak bermoral karena melakukan seks bebas. “Kebijakan itu bukan saja menyinggung perasaan orang Dayak, melainkan juga bisa mempercepat proses kehilangan identitas mereka” (Jopsef, 1992:XVI)

Penghancuran budaya Dayak ini ternyata memiliki dampak sangat mendalam. Terdapat orang Dayak yang akhirnya malu disebut atau menyebutkan diri sebagai orang Dayak. Ada yang berpendapat citra buruk itu dapat dihapus dengan mengganti identitas diri dengan cara masuk Islam, atau menghilangkan konsonan ‘K‘ pada istilah Dayak, sehingga menjadi Daya. Namun, ada yang berpendapat perbaikan citra bersifat lebih luas daripada sekedar mengganti istilah Dayak, yakni meliputi perbaikan di segala sektor kehidupan orang Dayak. Menurut Djuweng (2001:82), penggantian istilak Dayak menjadi Daya tidak menguntungkan, bahkan merugikan karena justru menghilangkan etnisitas sebagai salah satu wujud identitas Daya.

Fanatisme rumah panjang selain menuntut pengadaan fisik rumah panjang sebagaimana tuntutan upacara di daerah-daerah, juga menghendaki agar fungsinya sebagai pusat kebudayaan diberlakukan kembali. Hal ini terlihat dari keinginan memusatkan segala kegiatan Gawai Dayak di rumah panjang. Dengan kata lain, fanatisme rumah panjang, menyangkut rumah panjang sebagai pusat kebudayaan yang meliputi bergai sistem sosial yang ada di dalamnya. Gawai Dayak menjadi proses penelusuran kembali salah satu identitas penting dalam budaya Dayak yang terlindas sejarah masa lalu.

Harian Akcaya (30 Mei 1994: 03), berkaitan dengan pelaksanaan Maka‘ Dio di Kabupaten Sambas menulis “Upacara Maka‘ Dio, kata Libertus, suatu wadah komunikasi budaya asli daerah yang perlu dilestarikan sebagai bahan dalam usaha menyukseskan pembangunan. Selain itu, hal ini juga mengenal dan memantapkan identitas Dayak dalam bentuk yang mudah dikenal dan diamati oleh masyarakat.

Dalam harian yang sama tertulis, “Gubernur dalam sambutannya mengatakan upacara adat Naik Dango dilihat dari kacamata budaya perlu dilestarikan karena mempunyai nilai budaya yang perlu diangkat ke permukaan sehingga identitas budaya suku Dayak di Kabupaten Pontianak dapat dikenal sebagai sesuatu yang menarik, baik wisman maupun domestik (Akcaya, 29 April, 1994:03).

Dikaitkan dengan penghancuran rumah panjang di masa silam, penegasan kembali identitas budaya rumah panjang juga dapat dilihat sebagai proses perlawanan panjang atas sejarah untuk memperoleh kembali apa yang sebelumnya dipaksahilangkan melalui penghancuran budaya Dayak, yakni pengakuan dan penghargaan terhadap orang Dayak sebagai sesama dengan segala kekhasannya. Orang Dayak tidak ingin sekedar dianggap ada, tetapi hak-hak mereka sebagai warga dihormati dan dihargai. Dalam perspektif ini Gawai Dayak tidak hanya strstegis bagi pengembangan seni budaya Dayak, tetapi juga strategi bagi membangun dimensi kemanusiaan penting lainnya, yakni perasaan sederajat, dan keyakinan terhadap budaya sendiri.

Pembuka Wawasan Pluralitas

Kalimantan Barat tergolong wilayah yang rentan konfliks bernuansa etnis. Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan penyeragaman semasa Orba. Penyeragaman di bidang seni budaya merupakan tindakan sensor terselubung yang mengekang kebebasan berekspresi dan kreativitas. Dengan konsep budaya nasional sebagai puncak budaya daerah, negara mendapat legitimasi menentukan seni budaya daerah yang boleh berkembang dan tidak, bahkan menghancurkan kebudayaan tertentu yang dinilai menghambat agenda ekploitasi pusat terhadap daerah. Tekanan juga dilakukan dengan melancarkan istilah-istilah negatif bagi kebudayaan daerah seperti terbelakang, tidak modern, kafir, primitif, dsb. Hasilnya adalah masyarakat tidak terbiasa hidup dalam perbedaan dan tidak bisa menghargai perbedaan. Menurut Kusni (1994:50), masyarakat yang tidak tumbuh dalam budayanya menyuburkan gejala skeptifisme dan ketidakacuhan terhadap lingkungan.

Bagi masyarakat yang tidak terbiasa dengan perbedaan, perbedaan budaya cenderung dilihat sebagai alasan untuk mengambil jarak, bahkan alasan untuk saling menekan. Penyeragaman menumbuhkan sikap konfrontatif dalam memandang kondisi pluralistik. Persoalan individual mudah memancing sentimen etnik, dan persoalan kecil mudah berkembang menjadi konfliks berskala besar. Situasi penyeragaman di satu sisi menyebabkan setiap kelompok cenderung tetap terisolasi, di sisi lain tidak memiliki arah berkembang yang jelas karena budaya nasional yang dijadikan kiblat tidak jelas wujudnya. Akibatnya, masyarakat daerah retak-retak dalam pluralisme dan budaya menjadi kerdil.

Menurut Awuy (2000:1), salah satu upaya eliminasi kebijakan penyeragaman adalah mengakui bahwa kekuasaan yang tidak realistis pada prinsipnya menyangkal keberagaman dan kepentingan sebagaimana muncul dari keberagaman budaya kita. Artinya, pembukaan wawasan pluralitas pertama-tama menghendaki adanya kesadaran bahwa stigmatisasi sosial budaya, berbagai pandangan negatif terhadap kebudayaan daerah, termasuk seni budaya adalah anak kandung dari penyeragaman pusat sebagai strategi mempertahankan dominasi atas daerah. Berikutnya, perlu ditumbuhkan kecintaan terhadap budaya sendiri dan penghargaan terhadap budaya yang berbeda. Dalam konteks ini, Gawai Dayak menjadi salah satu event budaya selain dapat menumbuhkan kecintaan terhadap budaya Dayak, sekaligus mempertegas identitas orang Dayak sebagai media pemahaman budaya bagi pihak lainnya. Gawai Dayak diharap menjadi fenomena budaya yang dapat menumbuhkan sikap mau menghargai perbedaan dan sensitivitas terhadap perbedaan.

Di mata aktivis Gawai Dayak, keberadaan Gawai harus dipertahankan karena menjadi sarana pendidikan dan pewarisan budaya bagi generasi muda Dayak dan media berkomunikasi dengan pihak lainnya. Dalam masyarakat yang pluralistik, pemberdayaan dan pelestarian setiap unsur budaya menjadi hal penting mengingat setiap budaya/tradisi memberikan pegangan bagi pemilik budaya dalam menata kehidupannya, baik dalam berhubungan dengan sesama, lingkungan dan Sang Pencipta, serta memberikan identitas jelas agar dapat berkomunikasi (dialog) secara sejajar dengan pihak lainnya. Kusni (1994:50), mengatakan bahwa yang memiliki tempat dalam dialog budaya nasional hanyalah mereka yang memiliki kebudayaan yang hidup, setia, dan bertolak dari asalnya dan penuh kreativitas.

Hilangnya identitas dapat menyebabkan hilangnya pengakuan, kepincangan komunikasi, kebijakan yang diskriminatif, dan berbagai bentuk kecemburuan sosial yang dapat menyebabkan keretakan, bahkan konflik dalam pluralitas. Dalam perspektif ini penegasan identitas penting bagi memupuk kesadaran akan kemajemukan, sedangkan bagi pemilik budaya, penegasan identitas penting sebab sebagaimana diungkap Kusni (1994:50), apabila keadaan tanpa kreativitas berlangsung terus, kebudayaan Dayak akan didominasi sehingga yang tertinggal hanyalah darah yang mengalir secara alami. Namun, secara kebudayaan hal itu sudah menjadi tidak jelas sehingga pengingkaran diri sebagai orang Dayak gampang terjadi.

Kesimpulan Dari Artikel Ini

Gawai Dayak merupakan satu-satunya peristiwa budaya Dayak Kalimantan Barat yang digelar rutin setiap tahun di Pontianak pada setiap Mei. Event budaya ini berakar dari tradisi terpenting suku Dayak, yakni upacara adat perladangan. Masyarakat Dayak mengenal 18 tahapan upacara adat perladangan. Upacara adat terakhir adalah Naik Dango. Upacara Naik Dango inilah yang selanjutnya disuguhkan dalam kemasan baru menjadi Gawai Dayak di tingkat Propinsi.

Beberapa hal yang mendukung pelaksanaan Gawai Dayak, antara lain, spirit kebersamaan kelompok urban telah dipandang sebagai tradisi dan dukungan masyarakat budaya.

Bagi masyarakat Dayak, Gawai Dayak merupakan peristiwa budaya yang strategis dalam arti membuka peluang menghadirkan kembali budaya rumah panjang, dan memulihkan kembali dimensi kemanusiaan yang sebelumnya telah dicabik-cabik, yakni perasaan sederajat dan keyakinan terhadap budaya sendiri.

Di tengah-tengah masyarakat Kalimantan Barat yang pluralistik, Gawai Dayak diharapkan menjadi media yang potensial untuk menumbuhkan sensitivitas dan penghargaan terhadap perbedaan, khususnya perbedaan seni dan budaya. Sensitivitas dan penghargaan terhadap perbedaan ini penting karena penyangkalan terhadap keragaman kepentingan sebagaimana muncul dari keberagaman budaya merupakan tindakan penindasan yang menghasilkan masyarakat yang tidak terbiasa dengan perbedaan dan rawan konflik. Dari persfektif ini, Gawai Dayak dapat dipandang sebagai salah satu media pembuka wawasan pluralitas.


Sumber :
Humaniora Volume XIII, No. 3/2001

KALIMANTAN AKAN MERDEKA




Pernyataan mengejutkan dari mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono pada acara diskusi polemik bertajuk Mengungkap Eksistensi Separatisme di Menara Kebon Sirih, Jl Kebon Sirih, Jakarta, akhir pekan kemarin. Menurut analisis Hendropriyono, Kalimantan dalam kurun lima tahun mendatang bakal lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Lepasnya bumi Borneo dari Indonesia, kata Hendropriyono, akibat gerakan separatisme yang diyakininya bakal bertambah meluas, seperti yang terjadi di Papua. Dia memperkirakan Papua bakal menjadi wilayah kedua lepas dari NKRI setelah Timor Timur di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie.

Analisis Hendropriyono itu dibenarkan Wakil Ketua Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kota Balikpapan Drs H Nursyamsa Hadis. Ia menegaskan, salah satu akar pemicu gerakan separatisme adalah ketidakadilan.“Prediksi Kalimantan pun akan bergolak, saya kira bukan isapan jempol. Rakyat Kalimantan sudah merasakan dengan nyata adanya eksploitasi sumber daya alamnya secara besar-besaran, tetapi mereka tetap berkubang pada ketertinggalan dari semua sektor,” kata Nursyamsa Hadis kepada Kaltim Post.

Dikatakannya, Kalimantan seperti juga Aceh atau Papua sebagai daerah yang relatif memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi dinamika pembangunan dari semua sektor sangat tertinggal jauh dengan daerah lainnya. Demikian pula yang dirasakan Riau yang kemudian telah mendeklarasikan keinginan untuk otonomi khusus (otsus).

“Pertanyaan mendasar dari rakyat adalah mengapa pemerintah pusat tidak mengupayakan dengan sungguh-sungguh kebutuhan dasar rakyat, padahal kekayaan yang tersedot dari bumi Kalimantan demikian melimpah,” tegasnya.

Mantan Ketua BIN Hendropriyono sebelumnya menegaskan, Papua sekarang ini sudah sangat siap lepas dari Indonesia. Tanda-tanda lepas dari Indonesia, kata dia, sudah sangat jelas. Mereka saat ini ditengarai sudah memiliki sponsor yang siap mendukung kemerdekaan wilayah di timur Indonesia ini.

"Mereka memiliki sponsor yang besar dan dana yang besar pula. Dana itu diperkirakan berasal dari dana otonomi khusus yang hingga saat ini tidak sampai pada masyarakat. Mungkin itu suatu faktor kesengajaan," ujarnya.

Menurutnya, gerakan separatisme ini sudah mulai terlihat di Timtim, Papua, Maluku, Kalimantan, dan Aceh sejak pertengahan 1980-an. "Para tokoh yang tidak puas dengan pemerintah pusat mulai mencari-cari sponsor di luar negeri. Dan jika pemerintah tidak mampu mengendalikan konflik di sana, tidak menutup kemungkinan 5 tahun lagi Borneo lepas," kata Hendro.

Sumber : Waspada Online



Menimbang Pilihan Separatis, Lima Tahun Lagi Kalimantan Merdeka



KabarIndonesia - GERAKAN separatis di negeri ini bak bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak. Sinyal gerakan makar yang belakangan ini membahana sebenarnya bukanlah baru. Gejolak aktivitas pemisahan wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah ada sejak kemerdekaan diproklamirkan. Bahkan gerakannya kian meningkat sejak tahun 1950-an.

Gerakan Aceh Merdeka
(GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), gerakan Papua Merdeka, adalah sebagian aktivitas separatis yang hingga kini masih menjadi momok bagi NKRI. Dan itu hanya sebagian kegiatan ‘perlawanan’ daerah yang tampak terekspose. Belum lagi isu beberapa daerah yang lain di negeri ini yang juga tampak berkeinginan mengibarkan ‘bendera merdeka’.

Keinginan memisahkan diri beberapa wilayah di negeri ini tampaknya tidak lagi bergerak di bawah tanah. Seperti yang terjadi, belum lama ini, pengibaran bendera Bintang Kejora dihadapan Presiden Bambang Yudhoyono di Ambon dalam tarian adat Maluku menunjukan bahwa gerakan pemisahan diri telah berani ‘unjuk gigi’.

Gerakan separatis yang terjadi beberapa wilayah di negeri ini memang tidak dapat dihindari begitu saja. Indonesia dengan realitas masyarakatnya yang plural serta heterogenitas suku bangsa, adat istiadat, bahasa, keyakinan, dan keanekaan identitas lainnya, adalah sesuatu yang memang berbeda. Apalagi memperhatikan tingkat kesenjangan sosial-ekonomi antara pusat dan daerah masih sangat jauh dari keadilan. Maka tidaklah mengherankan upaya separatis atau memisahkan wilayah dari NKRI oleh sebagian kelompok atau golongan menjadi pilihan.


Kalimantan Merdeka


Beberapa sinyal adanya bentuk perlawanan daerah terhadap pemerintah pusat juga terjadi (meski malu-malu) di Kalimantan Timur (Kaltim). Tidak saja karena soal upaya pencabutan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh pemerintah pusat yang menjadi pemicunya. Tetapi juga menyangkut masih tertinggalnya pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kaltim dipelbagai sektor.

Kendati perlawanan yang didengungkan hanya sebatas teriakan wacana otonomi khusus
(otsus). Bukan tidak menutup kemungkinan, tuntutan dapat lebih meluas mengarah pada gerakan Kaltim merdeka.

Adalah menarik jika diamati analisa Hendopriyono, dalam diskusi polemik: Mengungkap
Eksistensi Separatisme di Menara Kebon Sirih, Jl Kebon Sirih, Jakarta, belum lama ini, yang meyakini, bahwa gerakan seperatisme di Indonesia akan kian bertambah luas. Dikatakannya, gerakan separatisme di negeri ini sudah mulai terlihat di Papua, Maluku, Kalimantan, dan Aceh sejak pertengahan tahun 1980-an. Bahkan mantan Kepala Badan Intelijen Negera (BIN), itu, secara tegas pula menandaskan, Kalimantan sendiri dalam kurun lima tahun mendatang akan memisahkan diri dari NKRI.

Analisa Hendropriyono yang tampak mengejutkan itu memang bukan tidak mungkin terjadi. Apalagi Kalimantan yang terkenal melimpah SDA-nya, namun kontras dengan realitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya yang masih banyak tertinggal disegala sektor, sangat memungkinkan terjadinya pengibaran ‘bendera merdeka’ dan perlawanan Kalimantan terhadap pusat.

Mungkin kita masih ingat ketika awal reformasi, Kaltim pun pernah mendengungkan wacana negara federasi. Sebuah sistem negara bagian yang banyak dianut negara-negara tetangga
Indonesia, seperti Malaysia. Sistem itu juga diterapkan di negara bagian Amerika Serikat dan hasilnya cukup bagus. Namun wacana negara federasi itu kemudian tenggelam seiring berjalannya kebijakan otonomi daerah oleh pusat.

Koreksi untuk Pemerintah Pusat

Melihat geliat separatis seperti yang terjadi di Papua, Ambon ataupun di beberapa daerah lainnya di Indonesia bagian Timur tidaklah cukup dengan pendekatan persuasif ataupun konsensus nasionalisme. Pemerintah pusat harus lebih terbuka dan bijak melihat aspek kesejahteraan di daerah-daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya (SDA). Pincangnya program pembangunan nasional, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, termasuk di Kaltim, itulah yang seharusnya segera dibenahi pemerintah. Hal ini pula yang mendorong guncangan integrasi nasional di negeri ini.

Samuel Philips Huntington pernah meramalkan, Indonesia bisa menjadi negara pecah seperti yang pernah dialami Uni Soviet dan Yugoslavia. Dikatakannya, dua negera itu telah terberai karena kegagalan mengelola integrasi nasionalnya.

Pandangan
Huntington tersebut mungkin tidak terlalu berlebihan. Pemerintah memang sudah seharusnya menata konsep integrasi nasional. Tidaklah cukup jika integrasi nasional dimaknai sebagai kesatuan wilayah atau komunitas secara nasional yang terikat dengan prinsip-prinsip persatuan bangsa dan negara. Tapi yang juga harus diperhatikan oleh pemerintah pusat adalah pemerataan secara adil kekayaan negara, termasuk menyangkut kebijakan politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan pertahanan keamanan negera. Kita bisa melihat, betapa Papua, Kalimantan, Aceh, serta beberapa daerah timur lainnya yang melimpah SDA-nya masih tertinggal pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.

Kebijakan pemerintah pusat yang dinilai kurang maksimal dalam menampung aspirasi daerah memang kerap menimbulkan kerawanan terhadap integrasi nasional. Bukan rahasia lagi, jika aksi
protes daerah seperti, pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, tuntutan otsus di Kaltim, serta beberapa daerah lainnya yang memiliki selera tuntutan yang sama, dikarenakan keputusan politik pusat yang masih berbau sentralisme.

Di sinilah
pemerintah pusat seharusnya bisa lebih berbenah dan mengoreksi kebijakannya. Sebab gejolak separatisme yang terjadi di negeri ini sebenarnya bukanlah pilihan atau gerakan untuk ‘melawan’ pusat dan anti NKRI. Tetapi munculnya aksi suara hendak merdeka itu dikarenakan ketimpangan kebijakan pusat serta distribusi ‘kue’ pembangunan yang tidak adil terhadap daerah-daerah kaya, termasuk Kaltim.



Sumber : www.kabarindonesia.com

Image : Google.com


Keyword

Kalimantan Akan Merdeka

Isu Kalimantan Akan Merdeka

Wacana Kalimantan Akan Merdeka

Kalimantan Akan Memisahkan Diri Dari Indonesia

Lima Tahun Lagi Kalimantan Akan Merdeka

Pernyataan Kalimantan Akan Merdeka

Back To Top