Pasang Iklan

ASAL USUL SUKU MELAYU SEBENARNYA BERASAL DARI KALIMANTAN




Ini mungkin sebagai pernyataan yang tampak agak mengejutkan bahwa orang melayu sebenarnya berasal dari Kalimantan atau Borneo. Bagaimana pernyataan itu didapat dan dengan cara apa untuk membuktikan bahwa orang Melayu itu asal muasalnya adalah dari pulau Kalimantan? Inilah yang kini terus dilacak oleh para ahli dari berbagai disiplin keilmuan.

Beberapa pakar geologi menyebutkan bahwa kepulauan nusantara purba sesungguhnya adalah sebuah gugusan, baru sesudah berlangsungnya tragika dimana keadaan bumi kemudian mengalami pergeseran patahan melalalui laut dan pegunungan, nusantara terpecah kedalam lempengan gugusan yang membentuk pulau-pulai kecil. Istilah Nusantara (Nusa dan Antara) dalam hal ini menyangkut gugusan pulau dan laut Asia bagian Tenggara. Kini para ahli mulai menemukan bahwa berdasarkan kaedah ilmu linguistik serta dengan memanfaatkan ilmu arkeologi ada banyak persamaan yang muncul diantara pengguna bahasa di kawasan nusantara dan kawasan lain seperti Philipina, Thailand, Malaysia dan Brunei.

Bernd Notherfer (1996) misalnya menyebutkan bahwa dengan melihat adanya keanekaragaman bahasa Melayik yang sangat tinggi yang terdapat di pulau Borneo bagian barat, maka disimpulkan bahwa pulau Borneo harus diakui sebagai tanah asal usul bahasa Melayu.

Menemukan bukti

Menurut Benrd untuk membuktikan hipotesis bahwa Kalimantan sebagai tanah asal usul bahasa Melayu dapat dilihat dengan 3 (tiga) varian pelacak.

Pertama adalah dengan melihat dialek pemakaian bahasa, Kedua dengan mengamati keberlangsungan dari unsur bahasa purba yang masih dipertahankan dan Ketiga adalah melihat adanya unsur keanekaragaman (highest order of diversity), bahwa tanah asal usul suatu keluarga terletak pada daerah yang logat bahasanya paling beraneka.

Pembuktian lain yang dipakai untuk melakukan pelacakan asal muasal orang Melayu adalah dengan mengamati pola migrasi orang Melayu Purba dari tanah asal usulnya yang melakukan persebaran ke berbagai wilayah baik secara serentak maupun migrasi secara berangsur-angsur.

Pelacakan pola migrasi orang Melayu di Thailand Selatan (Urak Lawai Malai), orang Melayu di Philipina Selatan (Mindanao) atau lebih kecil lagi bagaimana pola migrasi orang Melayu Banjar ke wilayah Tembilahan masa sebelum kolonial.

Bahasa Melayu Purba

Bernd Notherfer memulai kajiannya yang penting dengan menganalisis isolek, dialek para penutur bahasa dengan meminjam Adelaar (1992) yang disebut ‘Bahasa Melayik Purba’ yang menurutnya termasuk dalam subkelompok bahasa Austronesia seperti dialek Iban, Sambas, Sarawak, Brunai, Berau, Kutai, Banjar, Ketapang, Bangka, Minangkabau, Jambi, Melayu Baku dan Jakarta.

Dengan menggunakan pendekatan keanekaragaman pemakai dialek yang tinggi, ternyata di bagian Kalimantan Barat terdapat perbedaan antara satu dengan yang lain seperti daerah Sarawak, Sambas., Iban, Selako dan Kendayan sehingga daerah dapat disebut sebagai asal
usul orang Melayu. Pendapat ini didukung pula oleh Blust (1988) dan Adelaar (1992). Adelaar bahkan menolak hipotesis bahwa tanah asal usul orang Melayu terletak di Semenanjung Melayu.

Penting juga untuk diuraikan beberapa contoh penggunaan bahasa atau kata yang terdapat di beberapa pengguna bahasa di kawasan yang berbeda. Beberapa katab yang mempunyai arti yang sama meskipun dalam pengucapan, intonasi, dialek mengalami perbedaan. Penggunaan kata Gagap misalnya ditemukan di Sarawak, Iban, Brunei, Berau dan Banjar yang artinya meraba-raba. Kata Lanji juga dipakai di Sarawak, Iban, Brunei, Berau dan Banjar yang artinya berhubungan dengan kelakuan perempuan yang tidak sopan. Kata Linggar juga dipakai di Serawak, Iban, Brunei, Berau dan Banjar yang artinya mudah oleng. Kata Dudi, pemakaiannya ada di daerah Serawak, Iban, Selako, Katepang, Berau, Kota Bangun dan Banjar yang artinya kemudian ( Banjar : "ulun handak tulak haji baimbai umanya Aluh tahun dudi.").

Ada banyak contoh pemakaian kata yang sama dan hampir sama dengan pembunyian yang sama pula ditemukan di berbagai titik pemakaian bahasa yang menunjukkan bahwa
kemungkinan besar pada masa silam para penutur itu adalah berasal dari "juriat" yang sama atau merupakan sebuah rumpun pemakai bahasa yang sama.

Saya tidak hendak melanjutkan cerita ini dari aspek bahasa yang terlampau rumit kedalam kaidah ilmu bahasa, sebab ini jelas bukan bidang kajian maupun spesialisasi. Tulisan ini tak hendak menebar garam dalam lautan, karena boleh jadi akan sangat penting apabila ianya dibahas oleh para ahli bahasa di daerah ini.

Akan tetapi yang hendak disampaikan dalam kontek ini adalah pada bagaimana politik kebahasaan nusantara ini dalam perspektif kontemporer.

Politik kebahasaan yang dimaksud adalah sepertinya ada kekuatan besar yang mencoba untuk menenggelamkan aspek-aspek lokalitas yang sesungguhnya sudah menjadi sejarah purba bahasa orang Malayu.

Oleh karena itu sudah sepantasnya apabila muatan lokal yang kini mulai bangkit di sekolah-sekolah mendapat dukungan semua pihak, seperti misalnya memperbanyak aspek-aspek keanakeragaman dalam pemakaian bahasa Melayu asli. Dalam kontek Kalimantan Selatan, tentu saja yang dimaksud adalah dukungan terhadap bahasa Banjar yang merupakan bagian dari bahasa Melayu.

Seberapa kuat bahasa lokal mampu bertahan ditengah datangnya "wabah bahasa" yang selumnya tidak pernah ada dalam khasanah kosa kata Melayu ? Meskipun harus
dipahami bahwa tidaklah mungkin bahasa Melayu tidak menyerap unsur bahasa luarnya, tetapi membiarkan bahasa Melayu menjadi sirna oleh penggunaan bahasa yang tidak bertanggungjawab, marupakan hal yang sia-sia, terutama bahasa yang dipakai oleh gerenasi muda.

Bahasa Dayak = Melayu Purba?

Beberapa waktu yang lalu, saya terlibat diskusi di perpustakaan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) yang mempunyai koleksi lebih dari tiga juta buku yang berada pada lima lantai. Perpustakaan yang terbesar di Asia Tenggara. Teman duskusi saya itu berasal dari salah satu suku Dayak di Kalimantan Barat. Saya sangat respon bukan karena saya dan teman itu berawal dari faktor ke-dayak-an, tetapi lebih karena adanya minat yang sama untuk melakukan penelitian tentang etnik Dayak. Saya sedang meneliti etnik Dayak Bakumpai dari
aspek politik identitasnya sementara teman saya itu meneliti etnik Dayak dati aspek bahasanya.

Diluar dugaan, bahwa bahasa Dayak Bakumpai saya ternyata banyak persamaan dengan Bahasa Dayak yang dia gunakan di Kalimantan Barat itu dalam percakapan sehari hari.

Sekedar contoh persamaan kata antara bahasa etnik Bakumpai dengan etnik Dayak (maaf saya tidak dapat menyebutkan dari etnik Dayak mana) teman saya di Kalimantan Barat itu. Kata Panganen sama artinya ular sawa, Silu artinya kuku, Paii artinya kaki, Mate artinya Mata, Behas artinya Beras, Danum artinya air.

Saya terperanjat dengan persamaan bahasa itu lalu menghubungkanya dengan pernyataan Bernd yang ahli bahasa diatas dan kemudian mempertanyakan, kalau demikian halnya siapakah yang disebut manusia Melayu Purba itu. Kalau Bernd menyebut Melayu Purba itu datang dari pulau Kalimantan, maka pertanyaan selanjutnya tentu saja adalah siapakah penghuni pulai Kalimantan itu untuk pertama kalinya yang disebut bangsa Melayu Purba (Apakah suku Iban, suku Murut, suku Meratus, suku Siang, suku Bakumpai, suku Banjar dan suku-suku lain).

Kembali pada topik tulisan ini bahwa temuan para ahli terhadap semacam "mata yang rantai" asal usul bahasa Melayu dan mungkin juga cikal bakal orang Melayu, menjadi sangat berguna untuk kajian pelbagai disiplin ilmu. Tetapi menjadi penting sekarang adalah bahwa pemakaian bahasa Melayu seharusnya menjadi identitas yang semakin mengekalkan diantara penggunanya, tidak hanya pada lembaga pendidikan, tetapi juga lembaga masayarakat.

Bahasa Melayu yang dimaksudkan dalam tulisan itu tentu saja adalah bahasa Melayu yang kini diajarkan di sekolah dan menjadi bahasa pengantar sehari-hari yaitu bahasa Indonesia yang sebenarnya ruh dan jiwanya berasal dari bahasa Melayu.
JEJAK ISLAM CHINA PERTAMA KALI DATANG KE INDONESIA MELALUI KOTA SAMBAS - KALIMANTAN BARAT

JEJAK ISLAM CHINA PERTAMA KALI DATANG KE INDONESIA MELALUI KOTA SAMBAS - KALIMANTAN BARAT

Selama ini diyakini bahwa Islam menyebar di Indonesia berkat dakwah dan tabligh yang dilakukan oleh orang-orang yang datang dari negeri Arab dan Persia. Meski tidak ada yang dapat membantahnya, namun ada bangsa lain yang meninggalkan jejak keislaman di nusantara, yaitu bangsa Cina.

Pembahasan soal dari kapan Islam ke Indonesia, atau lebih umumnya, masuk ke wilayah nusantara, adalah pembahasan yang menarik dan sejak lama menjadi bahan telaah banyak pihak. Dan topik bahasan yang lebih menarik dari itu adalah pembahasan soal siapakah yang mengenalkan Islam kepada bangsa di nusantara ini? Umumnya orang akan menyebut Wali Songo atau kelompok sembilan wali sebagai orang-orang yang berjasa menyebarkan agama ilahi dan risalah Nabi SAW di bumi nusantara, khususnya pulau Jawa. Namun sebenarnya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa sebelum zaman wali songo, Islam telah hadir di nusantara.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas kapan nusantara mengenal agama Islam. Karena itu penulis tidak akan mengulas makam di Gresik, kerajaan Samudera Pasai atau beberapa hal lainnya yang menunjukkan keberadaan jejak Islam sejak sebelum masa Wali Songo. Tapi lebih spesifik dari itu, ada jejak keislaman di nusantara ini yang ditinggalkan oleh bangsa Cina. Dan ini berarti, selain bangsa Arab, Persia dan India yang selama ini dikenal sebagai orang-orang yang mengenalkan Islam kepada nusantara, ada nama bangsa berikutnya yang juga harus disebut yaitu bangsa Cina.
Nama Laksamana Cheng Ho, pelaut besar Muslim asal negeri Cina mungkin tidak asing bagi sebagian orang. Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia sebanyak tujuh kali. Dalam setiap kunjungannya, ia selalu meninggalkan jejak di negeri ini. Di Samudera Pasai, ketika berkunjung ke sana, ia memberi lonceng raksasa Cakra Donya kepada Sultan Aceh. Kenang-kenangan itu kini disimpan di museum Banda Aceh. Laksamana Cheng Ho juga memberikan beberapa cidera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon ketika berkunjung ke kerajaan itu tahun 1415. Salah satu cindera mata itu adalah sebuah piring bertuliskan ayat Kursi yang hingga kini masih tersimpan di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi berpendapat bahwa orang-orang Cina Muslim juga berjasa dalam menyebarkan agama Islam di masa lalu. Hasyim mengatakan hal itu dalam seminar internasional bertajuk Budaya Islam Nusantara-Tiongkok yang diselenggarakan oleh Indonesia Marketing Assosiation dan PBNU di Jakarta akhir Mei 2008. Menurut Hasyim, saat Islam dating, Indonesia pada waktu itu bukan wilayah yang “kosong” agama. Sudah ada agama lain yang datang sebelumnya. Dakwah dilakukan dengan menyerap nilai-nilai yang baik yang ada pada agama sebelumnya dan perbaikan nilai agar bisa disesuaikan dengan prinsip Islam.
Namun Laksamana Cheng Ho bukanlah Muslim Cina pertama yang ikut menyebarkan Islam dan meninggalkan jejak keislaman di Indonesia. Sebelumnya sudah ada komunitas Muslim asal Cina yang hidup di nusantara. Prof dr M Ikhsan Tanggok Msi, guru besar Antropologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta menyatakan hal itu.

Menurutnya, banyak fakta sejarah yang menyebutkan Muslim Tionghoa sudah ada di Indonesia sebelum kedatangan sang laksamana. Ikhsan menambahkan, kehadiran orang-orang Cina di Indonesia, terutama yang beragama Islam di masa lampau, bukanlah semata-mata untuk penyebaran agama Islam. Mereka membawa misi mengembangkan dunia perdagangan antar negara yang dimulai dengan kontak diplomatik. Perkawinan antara Muslim Cina dengan masyarakat pribumi dan menetapnya sebagian perantau Muslim Cina ini di tanah perantauan, juga memberikan pengaruh yang amat besar bagi perkembangan agama Islam di Indonesia.
Ikhsan meyakini bahwa orang-orang Cina sejak abad 7 Masehi sudah datang ke Indonesia. Dan sangat mungkin sejak lama pula Muslim Cina sudah menjejakkan kaki di bumi nusantara. Salah satu tujuannya adalah untuk berdagang. Apalagi konon, Islam sudah masuk ke daratan Cina sejak abad pertama hijriyah. Karena itu tak salah jika dikatakan penyebaran Islam di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Arab dan Persia melalui laut India, tapi juga dilakukan oleh orang-orang Muslim dari daratan India dan Cina.
Jika Laksamana Cheng Ho pertama kali mendarat di Indonesia bersama pasukan yang dipimpinnya pada tahun 1405, di Sambas, Kalimantan pada tahun 1407 sudah berdiri kelompok Muslim Cina. Organisasi serupa, kata Ikhsan, juga berdiri di Palembang. Hal ini membuktikan keberadaan Muslim Cina di Indonesia sebelum Laksamana Muslim yang taat itu datang.

BETAWI JAKARTA BERASAL DARI MELAYU SAMBAS




Program Acara televisi Mata Najwa, Metro TV . Dalam mengungkap Asal Usul Suku Betawi Jakarta Dan Bahasanya turut serta mengundang beberapa budayawan betawi diantaranya Adalah Abdul Chaer Dan JJ Rizal

Dalam Kesempatannya , Abdul Chaer yang juga salah satu pakar linguistik Indonesia mengungkap dialek Bahasa Betawi Jakarta adalah bahasa yang memiliki dialek yang sama dengan bahasa melayu sambas , Kalimantan Barat . Hal Itu dikarenakan karenakan karena pada perkembangan bahasa melayu meraih dominasi sebagai bahasa perdagangan dan juga dibenarkan dalam referensi (Masinambow dan Paul Henen, 2002: 15 juga Collins, 2005).

Munculnya abad ke-7 M , bahwa bahasa Melayu sudah berkembang jauh sebelum munculnya prasasti yang telah ditemukan di Nusantara . Dan Ada Juga referensi yang menyebutkan jika Suku betawi itu pada zaman dahulunya lahir akibat adanya perkawinan Silang Antara Melayu Sambas , Kalimantan Barat dan Bangsa Belanda yang setelah pernikahannya Hijrah kekota yang dulunya dikenal dengan sebutan batavia dan sekarang dikenal dengan nama Kota Jakarta .

Hal yang sama juga dikemukanan oleh Beberapa Budayawan Betawi yang mengakui hal tersebut , Dan besar kemungkinan jika suku Betawi Jakarta adalah keturunan dari suku melayu Sambas , Kalimantan Barat . Disamping hal tersebut , Suku Betawi juga mengalami perkembangan campuran asal usul akibat perkawinan silang keturunan dari beberapa suku lainnya yang ada di Indonesia .

Sebelumnya , Dibeberapa tayangan televisi Swasta seperti TV One juga pernah membedah asal usul Betawi Jakarta. Hal serupa Juga diungkapkan oleh beberapa Narasumber Dari Tokoh Budayawan Betawi pada saat diwawancarai .



Versi Cerita Terkait I
Asal orang Melayu Betawi. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan masyarakat Melayu Betawi tersusun dan membangun pemukiman di pesisir river basin di 13 kali di kawasan yang oleh peta Ciela (abad ke-15) disebut Nusa Kelapa, yakni dari kali yang paling barat yaitu Cisadane sampai kali paling timur, Citarum.

Prof. James T. Collins, pakar linguistik Melayu Polinesia dari AS, dengan mengutip hasil penelitian Prof. Bern Nothofer yang juga pakar linguistik Melayu dari Universitas Frankfurt, menyimpulkan bahwa bahasa Melayu yang kini dipakai masyarakat Jakarta, Bangka, Palembang, Pontianak, dan Serawak serta bahasa yang masih kerabat Melayu seperti Iban, Kantuk, Kendayan, bukan berasal dari semenanjung Malaysia.

Dialek tersebut merupakan varian bahasa melayu Purba (Polinesia) yang berasal dari Kalimantan (Barat). Karena persebaran bahasa merupakan indikasi persebaran migrasi, diduga kuat migrasi bangsa melayu dari kalimantan itu terjadi sedikitnya pada Abad X.

Tidak begitu mudah menyimpulkan masyarakat Melayu Betawi berasal dari Kalimantan (Barat) semata-mata berpegang pada teori linguistik seperti yang dengan sangat mengagumkan diutarakan Collins dan Nothofer. Meskipun penamaan wilayah ini sebagai Nusa Kelapa mengindikasi kuat kekerabatan Melayu Polinesia (Barat) dari pada semenanjung, namun perlu pula dipertimbangkan cerita-cerita rakyat Melayu yang juga hidup di kalangan Melayu Betawi, misalnya cerita Bukit Siguntang.

Syahdan, Bukit Siguntang di Palembang merupakan asal leluhur Melayu. Nun di atas bukit disemayamkan Puteri Bunga Melur. Yang menarik dari rumah pemakaman Puteri Bunga Melur adalah pola arsitekturnya yang juga dapat ditemukan pada makam orang Betawi Melayu di Kranggan Bekasi.

Di samping itu, sebuah orkes Melayu yang amat terkenal di Jakarta dan Nusantara pada sekitar tahun 1950-1960 bernama OM Bukit Siguntang yang diimpin oleh seorang anak Melayu Betawi kelahiran Pecenongan, Abdul Khalik memberi indikasi orientasi Melayu Sumatera. Maka cerita tentang Bukit Siguntang menyiratkan jejak-jejak imperium Sriwijaya abad ke-7.

Dari dua arah pendekatan ini, kita mendapat petunjuk tentang asal orang Melayu Betawi yang boleh jadi datang dari Kalimantan (Barat), tetapi juga tidak tertutup kemungkinannya berasal dari Sumatera. Kemungkinan yang terakhir memunyai tingkat probabilitas yang tinggi apabila merujuk pada naskah kuno Wangsakerta (1667) yang menuturkan riwayat Aki Tirem pendiri kerajaan Salakanagara pada abad ke-2 M yang dikatakan berpoyangkan orang dari tanah Sumatera. Yang pasti, orang Melayu Betawi bukan berasal dar budak yang didatangkan VOC pada abad ke-17, sebagaimana secara fanatik sangat diyakini oleh seorang penulis amatiran buku gedung-gedung tua di Batavia, Adolf Heukeun.


Rumah Melayu Betawi

Pada mulanya rumah orang Melayu Betawi adalah rumah panggung yang bercirikan arsitektur Melayu, di mana pada atapnya terdapat lembayung. Ciri ini masih tampak pada rumah di Desa Cikedokan, Bekasi yang diduga didirikan oleh Pangeran Sake pada akhir abad ke-17. Posisi bala suji (tangga rumah) rumah Melayu Betawi berada di tengah (centris), berbeda halnya dengan Melayu Palembang yang menempatkan bala suji di tepi rumah.

Rumah-rumah ini berdiri di tepi sungai, karena pada mulanya sumber kehidupan terdapat di tepi sungai. Ketika persebaran penduduk merasuk ke pedalaman, pola rumah tepi sungai masih dipertahankan, yaitu berbentuk panggung dan sumur, serta kulem (kamar mandi) berada di depan rumah.

Pola rumah berarsitektur seperti ini masih terdapat di wilayah budaya Melayu Betawi seperti Cimanggis, Tigaraksa, Jatiwangi (Cibitung), Rawa Kalong, Cibinong. Bentuk rumah panggung itu untuk mengantisipasi banjir, dan lebih dari sekadar mengantisipasi hewan buas.

Rumah kebaya, rumah yang menjejak ke bumi, selanjutnya lebih disukai karena proses pembuatannya yang lebih sederhana, namun lantai dibuat lebih tinggi dari permukaan tanah, sehingga bala suji sebagai unsur pendukung tetap dipertahankan.

Pada daerah gunung seperti Gunung Puteri yang masyarakatnya menggunakan bilingual Melayu Betawi dan Sunda, pola rumah panggung digunakan untuk bangunan suci. Penggunaan pola panggung di sini lebih bersifat sakral dari pada fungsional. Bangunan suci, baik pada tradisi pra Islam maupun Islam, cenderung berbentuk panggung mengikuti pola Bale Kambang, tempat peristirahatan raja dan keluarganya. Karena tempat ibadah Islam pada mulanya adalah Langgar Tinggi, seperti yang masih terdapat di Pekojan. Langgar Tinggi Pekojan sangat terkenal di samping Langgar Tinggi Pecenongan.

Kedua langgar tinggi itu merupakan pusat-pusat pergumulan intelektual Melayu Betawi. Dari langgar tinggi Pekojan lahir Sayyid Usman bin Yahya, penulis 50 judul buku agama Islam dalam bahasa Melayu Betawi, dan sastrawan Melayu Betawi Muhammad Bakir lahir dari Langar Tinggi Pecenongan. Keduanya meniti karir pada bagian akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20.

Pola rumah panggung pada orang Melayu Betawi dengan demikian memunyai fungsi mengantisipasi banjir, mengandung makna sakral, dan sarana diskursus intelektual.
Bentuk rumah panggung bagi maasyarakat yang berdiam di Daerah Aliran Sungai (DAS) sangatlah berguna untuk menyelamatkan kehidupannya ketika datang musim hujan. Ke-13 aliran sungai tidak cukup menjadi saluran bagi datangnya bah, begitu juga ratusan "setu" dan rawa yang tersebar di seluruh kawasan Nusa Kelapa tidak berdaya menampung curah hujan yang begitu tinggi di daerah itu.


Tradisi pantangan dan Kuwalat


Tradisi Melayu Betawi sangat kuat mencegah pencemaran sungai. Sungai harus dijaga kesakralannya karena di dalam sungai itu bertahta sepasang siluman buaya putih. Mereka yang dimangsa buaya biasanya dianggap kuwalat karena melanggar pantangan untuk tidak mencemarkan sungai.

Sepasang buaya putih sang penunggu sungai marah dan si pelaku diterkam buaya. Untuk men­jaga jangan sampai buaya putih bangkit amarahnya, di samping berpantang membuang sampah ke sungai, juga ada waktu-watu tertentu orang Melayu Betawi "nyugu" ke sungai dengan membawa sajenan kembang tujuh rupa, telur ayam mentah, bekakak ayam, dan nasi kuning.

Sungai tidak boleh dicemarkan. Hanya saja karena terdapat pantangan membuang hajat di kebun, sementara teknologi pembuatan septic tank belum dikenal, maka mau tak mau sungai menjadi tempat pembuangan hajat. Justifikasinya, adalah tinja untuk pakan ikan. Di rawa tempat pembudidayaan ikan mas sering dibuat dangau untuk melepas hajat dengan tujuan memberi pakan kepada ikan itu.

Siluman buaya putih tampaknya maklum belaka, apabila ada orang Melayu Betawi membuang hajat di sungai, tetapi sampah tetap tidak bisa ditolerir. Tradisi menghormati sepasang buaya putih masih tercermin dalam adat perkawinan Melayu Betawi yang mengharuskan dalam pinangan pihak mempelai laki-laki membawa sepasang roti buaya. Roti dikenal setelah kedatangan bangsa Eropa, sebelumnya sepasang buaya putih sebagai antaran pengantin yang terbuat dari singkong.

Sampah harus ditabun, maka nabun atau membakar sampah merupakan kebiasaan orang Melayu Betawi membersihkan sampah tidak terbatas pada pekarangan rumah sendiri saja, melainkan juga sampah yang berserakan di jalan di depan rumah, dan sekelilingnya, menjadi tanggung jawab penghuni rumah terdekat.

Menebang pohon pun tidak boleh sembarangan, karena pada pohon-pohon kayu yang besar terdapat penunggu yang akan marah apabila pohon kayu itu ditebang secara sembarangan. Pantangan itu merupakan kendali sosial untuk menyelamatkan lingkungan dari bahaya banjir.

Rancag Keramat Karem dan Kapitein Beng Gan
Masnah, 75 tahun, adalah penyanyi gambang yang masih menguasai dengan baik ratusan pantun yang menceritakan tentang terbenamnya Kampung Kramat, Tangerang, akibat banjir. Banjir besar itu sebagai kejadian yang menyusul setelah meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883.

Sungai-sungai yang mengalir di tubuh Tangerang tak kuasa menampung derasnya air hujan. Sebenarnya banjir juga melanda Jakarta. Banyak kampung-kampung yang terendam, mulai dari Marunda sampai Senen. Inilah banjir terbesar yang dialami oleh penduduk Jakarta dan sekitarnya.

Kisah banjir di Kampung Kramat tahun 1883 seperti disinggung di muka dituangkan dalam pantun yang dinyanyikan dalam bentuk gambang rancag. Kini hanya tinggal Masnah seorang yang mampu menyanyikan rancag Kramat Karem dalam irama phobin. Entah siapa yang menulis pantun itu, mungkin ia seorang seniman rakyat yang menjadi korban banjir.

Sebenarnya, tanpa ada gunung yang meletus, Jakarta menjadi rentan terhadap banjir, terutama setelah populasi penduduk bertambah besar. Adalah seorang Kapitein Cina bernama Phoa Beng Gan yang benar-benar gelisah akan adanya banjir yang sewaktu-waktu melanda Jakarta. Dia adalah seorang ahli saluran air dari Tiongkok yang mulai menjabat Kapitein orang Cina. Di Batavia sejak tangal 4 Maret 1645 menggantikan Kapiten Lim Lak.

Gubernur Van Diemen (1636-1645) sebagaimana GG sebelunnya tidak mengambil perduli terhadap persoalan banjir yang melanda Jakarta. banjir makanan inlanders.
Beng Gan sangat prihatin melihat air yang menggenangi rumah penduduk. Saban sore ia ajak sekretaris dan petani bangsa Cina berkeliling tempat dan membuat peta banjir. Beng Gan lantas mengundang penduduk Cina untuk mengambil kata mufakat membangun saluran. Yang kaya menyumbang uang, sedangkan yang miskin menyumbang tenaga.

Saluran air dibuat bergotong royong. Menurut Beng Gan, biang kerok banjir adalah tidak adanya saluran air ke laut. Tetapi, saluran yang baru dibuatnya ini ternyata berguna cuma di musim hujan. Penduduk bergembira jika musim hujan tiba, sebaliknya, jika musim panas datang, maka saluran buatan Beng Gan ini kering kerontang.

Beng Gan berpikir keras bagaimana memanfaatkan air kali Ciliwung yang mengalir melintas kampung Pejambon. Arusnya besar, tetapi sayang mengalir langsung ke laut dengan rute berbelok di daerah yang kemudian disebut Pasar Baru, Gunung Sari, sampai di Ancol, lalu bermuara ke laut.

Dari tempat yang kelak bernama Harmoni, atau kampung Jaga Monyet, terus ke arah utara digali saluran air yang kemudian menjadi kali sodetan yang diberi nama Molenvliet atau Kali Penggilingan Obat Pasang. Begitu proyek selesai, penduduk bukan main girangnya. Atas jasanya itu, Phoa Beng Gan yang oleh lidah Belanda disebut Bingam diberi persenan tanah di bilangan Tanah Abang. Beng Gan kemudian melebarkan kali Tanah Abang, dan sekitar ini ia mendirikan tempat pembakaran kapur yang menjadi miliknya. Beng Gan adalah contoh orang berpangkat yang perduli dengan kesulitan yang dihadapi rakyat banyak.


Banjir dan Budaya Masa Kini

Adat Melayu Betawi mungkin tidak banyak lagi yang relevan untuk mengantisipasi banjir, mengingat perkembangan populasi dan modernisasi masyarakat. Usaha mengantisipasi banjir dengan pendekatan budaya kian sulit dilakukan, dengan sulitnya mendapatkan seorang pejabat yang berjiwa seperti Beng Gan pada masa kini.
Banjir menjadi "takdir" yang tak terelakkan, pembesar provinsi pun lantas memanipulasi sejarah dengan mengatakan bahwa banjir sudah ada sejak zaman Nabi Nuh tanpa mengkaji kebudayaan masyarakat pada masa lalu dalam usahanya mengatasi banjir.

Kini hukum menggeser adat. Mengamankan lingkungan tak dapat lagi dilakukan dengan cara adat melainkan hukum. Namun, tentunya hukum dengan konsekuen harus dijalankan.

Larangan membuang sampah di kali harus diikuti dengan sanksi bagi barang siapa yang melanggarnya. Begitu pun dengan larangan membuang limbah pabrik di kali. Mendirikan rumah di bantaran kali harus tegas dilarang, dan yang melanggar ditindak, serta dalam saat yang bersamaan juga harus ditindak pengusaha real estate yang mendirikan apartemen di atas kali.

Menebang pohon tidak boleh dilakukan sembarangan kendati di pekarangan sendiri. Di zaman Belanda, orang harus melaporkan kepada pejabat setempat apabila ia mau menebang pohon di pekarangan atau kebunnya. Jika pejabat itu melarang, maka penebangan pohon tak boleh dilakukan.

Harus dengan tegas ditindak barang siapa yang menutup "setu", atau daerah resapan air lainnya, termasuk hutan lindung kota. Jika hukum tidak diberlakukan dengan tegas, tanpa pandang bulu, maka lagi-lagi kita akan berbicara tentang "takdir", apabila banjir tiba tanpa adanya "ikhtiar".

(Penulis adalah tokoh Betawi, budayawan dan juga Ketua "Steering Committee" Kongres Kebudayaan Oktober 2003)




Versi Cerita Terkait II


" Melayu " itu berasal dari mana ?, kemudian Siapa saja yang disebut Melayu ?, Apa ketentuannya ?
 Jika Melayu merujuk kepada Ras atau Bangsa maka Melayu bukan saja milik Melayu Islam (sekarang) tetapi juga Melayu Kristen atau Animisme.Sama seperti Bangsa Arab ada Arab Islam dan juga ada Arab Kristen.

Setahu saya perkataan Melayu itu mulanya berasal dari kata "Mo Lui Ya" sebutan bahasa salah satu suku di China yang artinya " Tidak Memiliki Uang ". Sebenarnya nama itu hanya gelaran saja untuk menunjuk identitas orang nusantara (Karena Pada saat Zaman dahulu Orang Di Nusantara Belum Mengenal Uang Sebagai Alat Transaksi dalam Berdagang dan Memenuhi Kebutuhan , Sehingga Barterlah cara berdagang yang lazim).

Sebutan tersebut semakin lama semakin digunakan dan semakin menyebar dengan perubahan dialeg dalam kurun waktu tertentu sehingga berubah huruf menjadi "Me La Yu".

Lidah orang nusantara tentu berbeda dengan orang China sehingga perubahan bunyi tersebut sangat memungkinkan terjadi. Kalau tidak salah ada artikel yang menguatkan pengertian tersebut dimana dahulu memang pernah terjadi perdagangan antara China dengan orang nusantara dengan cara barter.

Karena orang nusantara kaya akan sumber alam namun belum mengenal uang maka disebutlah bahwa orang nusantara adalah orang yang tak punya uang tetapi punya kekayaan alam seperti dupa, damar, kemenyan, emas, kayu, karet, gula alami dan lain sebagainya sehingga inilah yang menarik minat bangsa China untuk berdagang dengan orang nusantara.

Kegiatan perdagangan antara orang nusantara dengan China tampak lebih besar ke arah Kalimantan Barat masa itu sampai-sampai terbentuklah sebuah Republik tertua di dunia jauh sebelum berdirinya Amerika Serikat yakni Republik Lanfang di Monterado , Kalimantan Barat.
Di Kalbar ada bahasa Melayu yang sangat mirip dengan bahasa Betawi yakni Bahasa Melayu Sambas. Sementara bahasa Melayu Sambas sangat mirip dengan Bahasa Dayak Banyuke. Apakah mungkin Bahasa Melayu Sambas merupakan turunan dari Bahasa Dayak Banyuke dan Bahasa Melayu Betawi merupakan turunan dari Bahasa Melayu Sambas ?, bisa saja jika merujuk kepada hasil penelitian James T Collins yang mengatakan bahwa Kalimantan (Barat) merupakan tanah asal usul resam bahasa Melayu.

Bicara soal Melayu, kebanyakan kita semua salah faham sebab Melayu itu sendiri ada dua pengertian :


- Pertama, Melayu dalam arti Ras dimana ada banyak suku di nusantara yang tergolong dalam satu ras Melayu namun dalam Ras Melayu itu dia punya penamaan sendiri-sendiri. Dalam suatu ras tersebut agamanya pun bisa bermacam-macam ada yang Islam dan ada yang Kristen ada pula Hindu, Budha dan Kaharingan.


- Kedua, Melayu dalam arti suku. Melayu dalam arti suku inilah yng disebut Melayu saat ini dimana mayoritas mereka beragama Islam namun tidak berarti ras Melayu adalah suku Melayu. Mengapa? sebab jika merujuk definisi Melayu menurut negara Malaysia adalah: Yang disebut Melayu adalah orang yang beragama Islam, menggunakan adat istiadat Melayu dan berbahasa Melayu. Jadi Melayu dalam arti suku adalah perpaduan antara budaya ras Melayu dengan Agama Islam.

 Jadi pemahaman kita harus kita buka seluas-luasnya dan jangan memahami Melayu dalam artian sempit sebab akan membutakan mata kita nantinya.

 Kedatangan Melayu Betawi di tanah Barat Jawa sangat dimungkinkan adanya hubungan dagang antara bangsa China dengan ras Melayu di nusantara termasuk Kalimantan dan Sumatera. Berkenaan dengan kemiripan bahasa Melayu Betawi dengan Melayu Sambas bisa saja di jaman perdagangan barter dahulu bangsa China yang telah lebih dahulu berada di Sambas membawa serta para pekerjanya menuju tanah Jawa khususnya di tepi Barat pulau Jawa. Interaksi antara orang China dan Melayu Sambas saat itu cukup baik sehingga memungkinkan adanya kerjasama keduanya sehingga melahirkan suatu wilayah dagang baru di bagian Barat pulau Jawa yng dikenal di jaman Belanda dengan sebutan Batavia. Kejadian ini bukanlah di jaman VOC tetapi jauh sebelumnya.

 Keberadaan orang Sambas dan China di tanah Batavia berlangsung berabad-abad sebelum belanda menaklukan wilayah tersebut. Adanya kesamaan cerita antara Bukit Siguntang di Sumatera dengan budaya Betawi adalah sangat wajar sebab antara Sumatera dan Jawa emiliki pulau yang snagat berdekatan sehingga mobilitas penduduk di kedua pulau tersebut sangat mudah dan dekat sehingga interaksi kisah dan legenda dari Sumatera lebih dominan masuk karena setelahnya kedatangan orang Melayu Sumatera di Betawi justeru semakin banyak.

 Soal bahasa, mengapa jika orang Sumatera yang lebih banyak datang kok menggunakan bahasa Betawi ?, Hal itu disebabkan oleh lebih dulunya orang Sambas bermukim disana dan telah lebih dahulu menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa lingua franca sehingga kelompok lain mau tidak mau mengikuti apalagi ada kemiripan antara kedua bahasa tersebut antara bahasa Melayu Sambas dengan Bahasa Melayu Sumatera.

 Percampuran bahasa antara tiga etnis yakni Melayu Sambas, China (suku Hoklo) dan Melayu Sumatera tersebutlah menjadikan bahasa Betawi memiliki identitas tersendiri. Hal itu bisa dilihat dari penggunaan bahasa serapan yang masuk dalam unsur bahasa Betawi seperti engkong (kakek), Cici (bibi), Koko (abang), cepek (seratus rupiah), Ceban (10.000) Goceng, Gue (Oe yg artinya saya), Lu (Le yang artinya kamu) dan sebagainya. Itu unsur bahasa China yang telah mempengaruhi bahasa Betawi ratusan tahun sebelum VOC datang. Sementara itu bahasa Melayu Sambas sangat besar mempengaruhi Bahasa Betawi, hampir seluruh kosa kata dalam bahasa Betawi berakhiran E (jelas) seperti pada kata " KemanE", ApE dan sebagainya.

Agak aneh memang dan janggal rasanya ketika ada sebuah kawasan yang disebut sebagai Melayu berada di tanah Jawa. Betawi adalah satu-satunya suku ras Melayu yang mendiami pantai Barat tanah Jawa dan selebihnya bukan disebut Melayu.

Menurut saya bukan soal Melayu Betawi berasal dari mana tetapi mungkin akan lebih baik ada penelitian sejarah tentang "Siapa Melayu Betawi". Bagaimana bisa berada di Bagian Barat Tanah Jawa ?

Jadi untuk menarik benang merahnya maka perlu ditelusuri dulu mulai dari kata "Melayu" kemudian "China bekerjasama dengan siapa dan wilayah mana pertama kali" kemudian "Apakah ada hubungan kerjasama antara China dengan Bangsa Melayu dan membawa mereka sebagai tenaga kerja menuju Batavia ?"

Jika merujuk kepada penilitian James T Collins disebutkan bahwa Hubungan dagang antara China dengan Kalbar sudah terjadi sebelum adanya Kerajaan Sriwijaya.

Mungkin cukup sampai disini dulu , Semoga pemahaman kita semua semakin lebar terbuka.



Source :
- Mata Najwa, Metro TV.
- Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
- Collins, James T.. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia: Sejarah Singkat (Alih bahasa Alma Evita Almanar).
- Google.com

PESAWAT TANPA AWAK HADIR DI KOTA PONTIANAK



Pangkalan Udara (Lanud) Supadio Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Sekarang telah dilengkapi dengan pesawat tanpa awak buatan Israel, Searcher II.

Panglima Komando Operasi TNI AU I Marsekal Muda TNI Dede Rusamsi, mengatakan pesawat Searcher II jenis sama yang digunakan angkatan bersenjata India. Pesawat itu digunakan India menjaga perbatasan dengan Cina dan Pakistan. Dan Indonesia telah membeli empat buah unit pesawat tanpa awak tersebut.

Pesawat tanpa awak berfungsi sangat strategis mempertahankan kedaulatan NKRI. Soalnya pesawat tersebut dapat dikendalikan dari jarak jauh, tanpa menggunakan awak.
Searcher II dapat dipersenjatai dan dilengkapi peralatan deteksi pada kondisi malam dan siang hari.

Indonesia juga berencana membeli pesawat T-50 Golden Eagle buatan Korea Selatan.
Program ini pada awalnya dimaksudkan untuk mengembangkan pesawat latih secara mandiri yang mampu mencapai kecepatan supersonic untuk melatih dan mempersiapkan pilot bagi pesawat Sukhoi.

Selain itu TNI AU juga menerima hibah 24 pesawat F16 dari Amerika. Pesawat T-50 merupakan pengganti dari berbagai pesawat latih dan serang ringan. Termasuk pesawat T-38 dan F-5B untuk pelatihan dan Cessna A-37B Close Air Support yang dioperasikan di Indonesia.
Dan Indonesia sekarang ini juga telah dilengkapi radar militer yang ditempatkan di Kota Marauke(Papua) Saumlaki di Kepulauan Maluku dekat Ambon, Kota Timika(Papua) dan Kota Singkawang(Kalimantan Barat)

ASAL USUL LAMBANG BURUNG GARUDA DAN PENCIPTANYA




LAMBANG BURUNG GARUDA TERDAHULU



_________________________________________________________

Asal-usul Lambang Negara Kita (Garuda Pancasila)
APA lambang Negara Republik Indonesia? Ya betul, BURUNG GARUDA. Mengapa Negara kita menggunakan lambing Negara seperti itu? Sejak kapan kita menggunakan lambing Negara tersebut? Apa saja arti dari Lambang Negara RI itu?

Burung garuda berdekatan dengan burung elang Rajawali. Burung ini terdapat dalam lukisan di candi-candi Dieng yang dilukiskan sebagai manusia berparuh dan bersayap, lalu di candi Prambanan, dan Panataran berbentuk menyerupai raksasa, berparuh, bercakar dan berrambut panjang.
Beberapa kerajaan di pulau jawa menggunakan Garuda sebagai materai/stempel kerajaan, seperti yang disimpan di Musium Nasional, adalah stempel milik kerajaan Erlangga.


Burung Garuda ditetapkan sebagai lambang Negara RI sejak diresmikan penggunaannya pada 11 Februari 1950, dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah no 66 tahun 1951. Penggagasnya adalah Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II atau dikenal dengan Sultan Hamid II, yang saat itu sebagai Mentri Negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
—————-
Me:
Garuda itu adalah seekor burung yang hidup dalam dunia khayalan, terutama dalam perwayangan. garuda dianggap mulia karena memiliki kekuatan dan kecantikan parasnya. Sehingga banyak yang menggunakannya dalam berbagai kegiatan yang dianggapnya menunjukkan sebuah power dan tentunya kebebasan karena garuda bebas bisa terbang ke mana saja.

Cerita garuda bisa jadi lambang negara adalah benar kalau itu ada pengaruh sultan hamid 2 yang cenderung, dulunya memihak belanda (ingat dia ketua BFO=perserikatan negara2 non-RI setelah agresi militer belanda pertama.

Namun setelah dia diangkat menjadi salahsatu pejabat negara, sebagai wakil yang memiliki pengaruh di Indonesia bagian Timur, beliau ikut sebuah sayembara yang dikeluarkan Pres. Soekarno untuk menemukan sosok lambang negara. RI 5 tahun tanpa lambang!….
————————————————————————————————–
Pencipta Lambang Negara Burung Garuda Pancasila



Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila (Pancasila)? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu?

Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak; Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia, Arab–walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak–keduanya sekarang di Negeri Belanda.
Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda.

Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II.

Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda.

Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio,

Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan “over commando” kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA.
Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar–karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL.
Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan; Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah.
Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara.

Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.

Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.

Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri.

AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

Video Tentang Sejarah Sultan Hamid II Yang Menciptakan Lambang Burung Garuda Pancasila



Sumber :
Wikipedia
Detik
History Of Indonesian

MEGA PROYEK TERBESAR DI INDONESIA BERKELAS VIP PLUS

1. Menara Jakarta


tower6ih4 Tommy Winata , Pria Kelahiran 23 Juli 1958 di Kota Pontianak , Kalimantan Barat ini adalah salah satu Big Bos di Indonesia , Dan Beliau juga dijuluki Sembilan Naga Asia Di mata Dunia. Beliau lah yang yang mendanai dan mendirikan Menara tertinggi di Indonesia, sekaligus di Dunia dengan ketinggian 558 meter dan direncanakan akan selesai pada tahun 2010 atau 2011 yang dibangun di area Bandar Baru Kemayoran, Jakarta






Bandingkan menara-menara berikut :
Dari Kiri ke Kanan: Menara Malaysia, Menara Shanghai Pearl, Menara Toronto, Menara Jakarta.
Menara Jakarta rencananya akan dilengkapi dengan fasilitas:
tower1* Restoran berputar
* Mal besar
* Hotel
* Pusat pameran
* Pusat pendidikan dan pelatihan
* Pusat multimedia disertai pemancar siaran radio dan televisi
* Pusat perdagangan dan bisnis



2. Perpustakan Mega Proyek Universitas Indonesia

ui

Indonesia bakal memiliki perpustakaan termodern, terbesar dan terindah di dunia yang akan berlokasi Universitas Indonesia (UI) Depok di areal seluas 2,5 hektar. Gedung perpustakaan UI dirancang dengan konsep “sustainable building” kebutuhan energi menggunakan sumber terbaru yaitu Energi Matahari.
Area baru tersebut bebas asap rokok, hijau serta hemat listrik, air dan kertas. Hal inilah yang menjadikan perpustakaan UI terbesar, termodern dan terindah di dunia







3. Stasiun Kereta UI


ui2Selain perpustakaan yang megah dan modern, kabarnya UI juga akan segera membangun Stasiun Kereta Termegah yang tergabung ke dalam rangkaian UI Mega Proyek. Bahan bangunannya pun dipercaya akan mengandung bahan-bahan alam yang ramah lingkungan. Hal ini terkait dengan konsep Green Campus-nya UI.
Dikabarkan proyeknya akan berjalan dari tahun 2009 ini tepat setelah perpustakaan megah selesai dibangun dan proyek ini akan berakhir pada tahun 2010.


4. Jembatan Selat Sunda


jss1-300x243Jembatan Selat Sunda merupakan salah satu Mega proyek pembuatan jembatan yang melintasi selat sunda dan juga sebagai penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Pembangunan jembatan selat sunda diperkirakan menelan biaya sebesar USD10 miliar atau 100 triliun Rupiah.
Jika dapat terealisasikan jembatan selat sunda akan menjadi jembatan terpanjang di dunia dengan panjang 31 km dan lebar 60 m. Direncanakan pembangunan jembatan selat sunda dimulai pada 2010 dan mulai dioperasikan pada tahun 2025






5. Reaktor Nuklir Muria


Indonesia merencanakan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Muria, Jateng. Pegunungan Muria dianggap paling memenuhi syarat sebagai tempat berdiri dan beroperasinya PLTN. Selain karena aman dari gempa, daerah Muria juga sangat dekat dengan sumber air (Laut Jawa) yang dibutuhkan untuk mendinginkan reaktor nuklir. Pembangunan PLTN Muria akan dimulai 2012 dan siap diresmikan 2016 dengan total anggaran Rp 30 triliun. Diharapkan pada 2015-2016 PLTN Muria ini sudah bisa beroperasi dengan kapasitas 1.000 Mwat Elektic dengan investasi US$ 1.500-1.800 per KWh. PLTN membutuhkan uranium dan Indonesia memiliki dua tambang uranium, yaitu tambang Remaja-Hitam dan tambang Rirang-Tanah Merah. Kedua tambang uranium tersebut terletak di Kalimantan Barat. Jika sudah dibangun PLTN Muria akan mampu mengatasi krisis energi listrik yang saat ini sedang dialami negara kita. PLTN Muria yang rencananya memiliki enam reaktor nuklir dengan masing-masing berdaya 600 MW atau totalnya 3600 MW, akan sedikit mampu mengurangi krisis energi listrik terutama Jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali). Jika Indonesia memiliki PLTN, maka Indonesia juga akan masuk ke dalam jajaran segelintir negara elite nuklir dunia tapi nuklir Indonesia akan digunakan hanya untuk tujuan damai.

6. Coastarina


Di Pulau Batam akan dibangun pulau-pulau buatan yang menyerupai peta dunia terbesar di dunia mengalahkan perumahan di Dubai. Perumahan di pantai ini dikembangkan menjadi pusat hunian dengan suasana tepi laut. Sebagian areanya diperoleh dari hasil reklamasi. Site plan-nya dirancang bak lagoon raksasa yang bagian tengahnya ditata menyerupai peta dunia dengan miniatur berbagai benua: Asia, Amerika, Eropa, Afrika, dan Antartika. Coastarina merupakan terobosan konsep pemukiman, yang terinspirasi oleh Palm Islands di Dubai, UAE.
Di Coastarina, akan dibangun total 1.000 rumah di kawasan total 150 hektar (25 hektar termasuk taman dan fasilitas umum). Di sana, juga ada Okarina Taman Rekreasi dengan food court, kafe dan restoran, Taman Air, dinding raksasa, dan permainan air. Coastarina mega proyek ini akan selesai dalam 6 tahun dan total investasi diperkirakan menjadi 60 – 80 juta USD atau sekitar Rp. 570 M / Rp 760 M. MURI (Museum Rekor Indonesia) memberikan penghargaaan kepada Coastarina untuk papan tulisan terbesar di Indonesia, perumahan yang terletak di bibir pantai Batam itu akan mencatatkan dua rekor lagi untuk pembangunan bola dunia paling besar dan peta dunia terbesar di dunia.

7. Centre Point Of Indonesia


Makassar akan memiliki kawasan super megah sebagai pusat bisnis, wisata dan pendidikan yang dinamakan Centre Point Of Indonesia. Centre Point Of Indonesia dibangun di kawasan dengan luas total 600 hektar itu akan terdapat bangunan bangunan menjulang tinggi, pusat bisnis dan pemerintahan, kawasan hiburan, hotel hotel kelas dunia yang dilengkapi dengan lapangan golf dengan view ke laut lepas dan pemandangan menakjubkan ke pulau pulau di Teluk Makassar. Di kawasan ini juga akan dibangun Istana kepresidenan yang selama ini hanya berada di Jawa dan Bali. Istana ini nantinya berada di atas laut. Di kawasan CPI juga akan dibangun Masjid Termegah di Asia, sekelas Taj Mahal di India. Ada juga The Makassar Notradamus, yaitu taman 1000 patung Pahlawan Indonesia. Masih di lokasi yang sama, Makassar juga akan membangun Public Space atau area publik terluas di Dunia. Di lapangan nan luas ini, akan terdapat banyak kawasan hijau, tempat bermain, taman bunga, tempat beristrahat, dan tentunya pantai buatan. Di sekitar kawasan ini juga akan terdapat Waterfront dan Marinas.
Centre Point Of Indonesia akan dilengkapi dengan dua jalan layang selebar masing masing 40 meter, waterway, monorail dan busway. Monorail di CPI akan menghubungkan kawasan megah ini ke Pusat Kota Makassar, hingga ke Bandara International Sultan Hasanuddin. Jika proyek ini benar benar terwujud maka Makassar akan melampaui Jakarta dalam hal mewujudkan angkutan Mass Rapit Transport idaman itu.
Centre Point of Indonesia juga akan dilengkapi dengan sebuah menara yang menyerupai Oriental Pearl Tower di Shanghai. Menara setinggi 300 meter itu akan difasilitasi dengan dek anjungan berputar. Menara itu akan dibangun tepat di tengah tengah proyek CPI. Selain itu, Center Point of Indonesia akan memanjakan pengunjung karena sudah terintegrasi dengan Trans Studio Indoor Theme Park, karena akan dilewati oleh jalur Monorail. Nantinya beberapa pantai dan pulau-pulau buatan di CPI juga akan dihubungkan dengan kereta gantung (Gondola) terpanjang di Asia. Jika proyek ini selesai, maka Makassar akan melesat menjadi kota metropolitan modern dan terbesar kedua di Indonesia, melampaui Surabaya. Obsesi itu jugalah yang membuat Makassar bertekat untuk menjadi kota dunia di tahun 2030.

8. Pontianak Sundial (Jam Matahari)



Indonesia akan memiliki sundial atau jam matahari tertinggi di Dunia di Kota Pontianak , Kalimantan Barat.
Dari semua kota yang dilewati garis Khatulistiwa, hanya ada satu kota di dunia ini yang dibelah atau dilintasi secara persis oleh garis Khatulistiwa, yaitu Kota Pontianak yang juga merupakan Kota Metropolitan yang memiliki luas terbesar ke 6 di Indonesia ini .
Pembangunan sundial di lokasi sekitar Tugu Khatulistiwa Pontianak diperkirakan menghabiskan biaya yang sangat menguras kantong . Rencananya tugu tersebut akan dibangun dengan tinggi 71 meter, sehingga akan menjadikan Tugu Khatulistiwa sebagai sundial tertinggi , terbesar dan termodern di dunia. Pada lahan di sekitar sundial tugu akan dibangun sundial berukuran kecil sebanyak 17 buah. Angka 17 dan 71 diambil dari angka kelahiran Kota Pontianak.


Untuk memperkuat ikon Pontianak sebagai Kota Khatulistiwa di Indonesia ini Pemerinta Daerah Juga Mempersiapkan Rp.921 Miliar untuk pembangunan Twin Solar Telescope, Museum Galeri, Science Centre, kawasan komersial, Amphiteater, Convention , Equator International Conventional Center Dan Equator Apartemen di Sekitar kawasan tugu tersebut yang akan diperkirakan selesai hingga akhir tahun 2011.



9. Biak Space Port


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) akan mendirikan “space port” atau lokasi peluncuran roket pendorong satelit di Pulau Biak, Papua. Pulau Biak merupakan lokasi yang sangat strategis untuk penerbangan ke angkasa luar karena posisinya sangat dekat dengan garis katulistiwa. Pulau Biak berhadapan langsung dengan samudera luas sehingga proses peluncuran roket yang akan dilakukan diperkirakan tidak akan mengganggu negara lain. Jika roket pendorong satelit itu diluncurkan, serpihan atau benda-benda yang jatuh dari dari proses peluncuran itu akan jatuh ke laut, tidak mengenai negara lain, termasuk wilayah Indonesia. Selain itu, Pulau Biak juga terletak di di area ekuatorial (Posisinya hanya dua derajat dari garis katulistiwa) sehingga dorongan roket peluncur satelit lebih kuat dan mampu mengantar alat pemantauan di angkasa ke antariksa.

10. Terusan Sulawesi


Pada Musyawarah Sulawesi IV Enam gubernur se-Sulawesi menggagas pembangunan “Terusan Khatulistiwa” yang memotong leher Pulau Sulawesi. Kelak Pulau Sulawesi bakal terbagi dua, karena dipisahkan oleh laut di terusan yang akan diberi nama Terusan Khatulistiwa. Jika rencana tersebut benar-benar direalisasikan, maka terusan ini akan menjadi terusan ketiga di dunia, sebab saat ini baru ada dua terusan, yakni Terusan Suez di Mesir dan Terusan Panama di Amerika Tengah. Terusan Khatulistiwa ini bisa menjadi jalur laut internasional yang ramai dan akan memperpendek jarak transportasi laut dari wilayah timur Pulau Sulawesi menuju wilayah barat Indonesia, serta ke Filipina dan Malaysia.

Nah. Itu merupakan beberapa mega proyek di Indonesia disamping proyek-proyek lainnya yang akan menjadikan Indonesia sebagai negara maju di masa depan. Tentunya daftar di atas akan segera bertambah. Mega-mega proyek tesebut kelak tentunya dapat menjadi kebanggaan besar bagi bangsa Indonesia. Giliran kita mengambil bagian untuk ikut serta memajukan negara Indonesia tercinta ini.
Back To Top